Kebijakan Swasembada Daging Prioritaskan Kesejahteraan Peternak Lokal

By Admin

Foto/Ilustrasi  

nusakini.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan kebijakan swasembada daging akan mampu meningkatkan produksi daging dan memperbaiki usaha peternak. Kementan konsisten memprioritaskan dan memperhatikan usaha peternakan rakyat dan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri.

Oleh karena itu, berbagai komentar yang menyatakan bahwa sejumlah kebijakan pemerintah dinilai belum dapat memperbaiki usaha peternak unggas, sapi potong, dan sapi perah dalam skala kecil, itu adalah pemahaman yang tidak benar.

“Upaya pemerintah menciptakan ketersediaan daging yang sehat dan harga terjangkau sudah tertuang dalam Road Map Swasembada Pangan. Road Map ini tentunya merupakan upaya transformasi yang terstruktur, dilaksanakan secara bertahap dan jangka waktu panjang. Pada tahun 2016 – 2026, merupakan fase awal menuju Lumbung Pangan dunia, Indonesia akan menjadi negara yang sukses dalam penyiapkan kemandirian ketersediaan Sapi lokal”. Demikian disampaikan Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita di Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Kementan telah menyusun berbagai program strategis untuk meningkatkan pasokan daging sapi di dalam negeri. Pertama, mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak, dengan melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) dengan target 4 juta ekor akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting pada tahun 2017. Kedua, memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas. Ketiga, penambahan indukan impor. Keempat, pengembangan HPT (Hijauan Pakan Ternak). Kelima, penanganan gangguan reproduksi. Keenam, penyelamatan sapi betina produktif. Ketujuh, penanggulangan dan pemberantasan penyakit hewan.

“Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan potensi usaha peternakan dalam negeri. Pemenuhan daging di dalam negeri tidak lagi dari impor, tetapi dipenuhi sendiri yaitu peternak lokal. Dengan demikian program pemerintah memperbaiki usaha peternak,” tegas Ketut.

Sebagaimana diketahui, ketersediaan produksi daging sapi lokal tahun 2017 belum mencukupi kebutuhan nasional. Berdasarkan prognosa produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 354.770 ton, sedangkan perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 604.968 ton.

Tapi dengan program yang dijalankan pemerintah, diharapkan akan terdapat peningkatan dalam produktivitas sapi lokal. Berdasarkan analisis Ditjen Peternakan, pada tahun 2017 kemampuan penyediaan lokal menjadi 93 % atau naik dari 68 % dari tahun sebelumnya. Impor juga diperkirakan akan sangat menurun menjadi 7 % saja atau setara 29.329 ton dari total kebutuhan.

Dari aspek kelembagaan usaha ternak pun akan terjadi perkembangan positif. Kelembagaan ternak kecil dianalisis akan meningkat sebanyak 40 %. Untuk mencapai hal tersebut, akan ada rencana aksi untuk mendongkrak kinerja populasi sapi lokal dari 14.8 juta ekor menjadi 33.9 juta ekor atau peningkatan sebanyak 1,9 juta ton per tahun. Peningkatan ini juga bisa disetarakan dengan peningkatan kemampuan produksi daging sapi lokal 442,2 ribu ton menjadi 792, 175 ribu ton. Dengan demikian ada kenaikan produksi daging

“Untuk mencapai target tersebut, rencana aksi yang dilakukan adalah peningkatan populasi sapi lokal dengan optimalisasi inseminasi buatan, penyediaan indukan terutama pada wilayah ekstensif sebanyak 50 ribu per tahun, serta pembinaan penguatan kelembagaan ternak menuju skala komersil”, tuturnya.

Terkait penguatan skala ekonomi dan kelembagaan peternak, pemerintah telah menyusun serangkain kebijakan. Pertama, mendorong pola pemeliharaan sapi dari perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan koloni sehingga memenuhi skala ekonomi. Kedua, pendampingan kepada peternak oleh SMD WP (Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping), Petugas THL (tenaga Harian Lepas) dan Manager SPR (Sentra Peternakan Rakyat). Ketiga, pengembangan pola integrasi ternak tanaman, misalnya integrasi sapi-sawit. Keempat, pengembangan padang penggembalaan melalui optimalisasi lahan ex-tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur. Kelima, pemerintah mengeluarkan kebijakan Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS).

“Sementara upaya untuk penanganan permasalahan yang terjadi pada harga daging sapi, pemerintah memperbaiki sistem distribusi dan tata niaga yang belum efisien, salah satunya dengan fasilitasi kapal khusus ternak. Sedangkan peran pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak,” papar Ketut.

Kementan juga menegaskan sistem importasi ternak ruminansia dan produk hewan turunannya berbasis zona atau zone based, sehingga Indonesia tidak lagi bergantung pada negara tertentu saja dalam melakukan importasi daging dan harga daging dalam negeri dapat stabil.

Daging kerbau yang diimpor asal India sudah melewati proses karantina yang ketat. Jaminan bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) diberikan langsung oleh otoritas karantina India. Dengan begitu, peternak dan asosiasi untuk tidak perlu khawatir terkait ancaman penyakit hewan menular seperti PMK yang bisa datang dari negara-negara yang belum bebas dari penyakit tersebut.

“Kita buka keran impor dari banyak negara, tetapi kita juga lakukan pengetatan pada potensi ancaman bakteri, penyakit, dan seterusnya. PMK tidak akan bisa masuk ke Indonesia melalui impor daging kerbau karena produk tersebut didatangkan dalam kondisi beku. PMK itu bisa bertahan di suhu 23 derajat celcius. Sementara kita impor dalam bentuk frozen, jadi PMK tidak mungkin bisa bertahan walau datangnya dari negara sumber,” terangnya.

Guna memastikan hewan-hewan atau produk-produk turunannya sudah aman dari berbagai penyakit, Kementan mengirim 1.128 ahli ke negara-negara asal importir ternak ruminansia. Kementan pun melalui Badan Karantina, telah melakukan pemeriksaan ketat terhadap rumah potong hewan (RPH) di India.

“Selain pemeriksaan dan tinjauan yang ketat dari Badan Karantina Kementan daging kerbau India tersebut juga telah mendapat sertifikat internasional. Health sertificated itu kan sudah menjamin bahwa itu memang dalam kondisi sehat,” jelasnya.

Semantara untuk melindungi peternak unggas, Kementan telah meminta kepada para peternak unggas lokal agar memperbaiki manajemen pemeliharaan dan menerapkan prinsip-prinsip animal welfare. Penerapan prinsip animal welfare penting dilakukan guna mendorong pengembangan unggas lokal agar berdaya saing. Harga daging dan telur ayam tidak lagi di bawah ongkos produksi. Dengan demikian, kondisi peternak rakyat tidak lagi dikuasai oleh perusahaan peternakan skala besar.

Untuk mengantisipasi kenaikan harga jagung untuk pakan, Kementan telah bekerja sama dengan asosiasi Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT). Organisasi ini diminta untuk mendorong perusahaan anggotanya untuk bisa lebih mengutamakan menyerap produksi jagung lokal untuk kebutuhan industrinya.(p/mr)