Kebijakan Memerdekakan dan Mensejahterakan Petani

By Admin


nusakini.com - Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa efisiensi produksi, perubahan iklim, gejolak harga pangan global, peningkatan populasi, distribusi pangan yang belum efisien dan merata, berkurangnya jumlah rumah tangga tani serta belum tumbuhnya minat generasi muda di sektor pertanian adalah tantangan yang kita hadapi saat ini untuk meraih kedaulatan pangan.

Menyadari hal tersebut dan dalam upaya mensejahterakan petani yang jumlahnya saat ini 54% dari total penduduk Indonesia, Presiden Jokowi dalam Pidato RAPBN 2017 serta nota keuangan, menyampaikan bahwa dari total anggaran subsidi di sebesar Rp. 174,9 trilliun, Rp. 19,8 trilliun disisihkan untuk subsidi pangan.

Hal ini merupakan ujud kepedulian Pemerintah yang besar untuk mensejahterakan petani.

Sejalan dengan kebijakan Jokowi tersebut, pada tataran operasional, Sejak awal tahun 2015, Kementeriaan Pertanian bersama sektor terkait telah menyusun dan mengimplementasikan program upaya khusus untuk mengangkat kontribusi petani dalam pembangunan pertanian.

Program tersebut telah dirumuskan secara sangat komprehensif hulu hilir dan diimplementasikan secara hati-hati, fokus pada target kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.

Kemerdekaan petani tetap dibangun dengan menempatkan petani sebagai subjek pembangunan pertanian.

Pada sisi hulu, program upaya khusus (upsus) Kementan tersebut meliputi perbaikan infrastruktur khususnya jaringan irigasi 3,2 juta ha, subsidi pupuk dan bantuan benih melalui program optimasi lahan 930.000 ha, serta bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) pra dan pasca panen.

Semuanya akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan produktifitas serta turunnya ongkos yang harus dibayar oleh petani dalam menjalankan usaha taninya.

Sehingga, secara signifikan akan mendongkrak kesejahteraan petani.

Terkait dengan pemanfaatan bantuan alsintan, fakta menunjukkan bahwa 60.000 unit traktor, transplanter dan combine harvester yang telah diluncurkan di tahun 2015 akan ditingkatkan menjadi 100.000 unit pada tahun 2016, berpengaruh signifikan pada penurunan ongkos produksi dan penghematan tenaga kerja mencapai 30-40%.

Pada sisi hilir, upaya ekstra Kementan bersama Kementerian Perdagangan, Bulog dan Instansi terkait difokuskan pengedalian harga pangan pokok, baik di tingkat petani maupun di tingkat konsumen.

Berbagai instrument kebijakan telah dirumuskan untuk memperlancar distribusi dan menekan disparitas harga di produsen dan konsumen. Operasi pasar, penetapan HPP, harga terendah dan harga tertinggi serta upaya pemangkasan rantai pasok telah digelar Kementan bersama sektor terkait secara simultan.

Hal ini dilakukan untuk menjamin petani tetap untung dan konsumen tersenyum karena mendapat harga wajar.

Berbagai kebijakan dan program telah mampu menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Posisi saat ini produksi padi Indonesia menempati peringkat ke-3 dengan share 9,39 persen tingkat dunia dan share 27,52% di tingkat ASEAN.

Produksi jagung menempati urutan ke-8 dengan kontribusi sekitar 2,06% terhadap dunia, sedangkan produksi kedelai di urutan ke-13 dengan kontribusi 0,34% (FAO).

Sejalan dengan hasil yang menggembirakan tersebut, dilaporkan juga seperti: (1) Melalui upsus padi, jagung dan kedelai, produksi padi 2015 naik 6,42%, jagung naik 3,18% dan kedelai naik 0,86% dibandingkan tahun 2014 (BPS 2016), (2) Program peningkatan produksi bawang merah telah berhasil menekan impor pada tahun 2015 sebesar 77% dan tidak ada impor Januari-Mei 2016, (3) Upsus jagung mampu menekan impor Januari-Mei 2016 turun 47,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya, (4) Program irigasi, bantuan alsintan, subsidi pupuk, pendampingan dan lainnya dengan tingkat kepuasan petani 76,8% kepuasan tertinggi pada pendampingan sebesar 89,57 persen (INDEF 2016), (5) data The Economist Intelligence Unit menunjukkan indeks ketahanan pangan global atau Global Food Security Index (GFSI) tahun 2016 Indonesia meningkat dari peringkat ke 74 menjadi ke 71 dari 113 negara.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perubahan terbesar pada indeks keseluruhan (2.7). Aspek Ketersediaan Indonesia tahun 2016 berada pada peringkat ke 66, jauh di atas peringkat Keseluruhannya (ke 71).

Terkait dengan indikator kesejahteraan petani di Indonesia, data BPS menunjukkan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) tahun 2015 sebesar 107,44 lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 sebesar 106,04.

Bila dirinci menurut subsektor, NTUP tanaman pangan, hortikultura, maupun peternakan 2015 juga lebih tinggi dibandingkan 2014.

Hal ini menunjukkan bahwa walaupun proses transformasi tenaga kerja pertanian ke non pertanian terjadi, untuk saat ini masih berdampak positif terhadap tingkat kesejahteraan petani.

Namun demikian, kekawatiran kuntinuitas produksi akibat kurangnya minat generasi muda di sektor pertanian tetap menjadi perhatian Pemerintah.

Upaya khusus yang mengarah pada modernisasi pertanian diharapkan bisa menjadi salah satu solusi mengatasi keterbatasan tenaga kerja tersebut.

Kebijakan, Upaya khusus dan capaian diatas selanjutnya harus kita kawal terus menerus, yang secara bertahap akan mengarah pada tercapainya kedaulatan pangan dan kesejahteraan serta kemerdekaan petani Indonesia.

*Penulis : Dr.Ir.Agung Hendriadi, M.Eng, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian