KBRI Promosikan Prambanan dan Borobudur di India

By Admin

nusakini.com--Sudah anggapan umum bahwa kisah klasik Ramayana yang ada di Indonesia merupakan salinan epik yang di India.

Padahal, kakawin Ramayana yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno di abad ke-9 sebenarnya merupakan sebuah karya sastra independen.

Memang benar ada kemiripan dengan dasar narasi epik yang di India, tetapi detailnya berbeda. Demikian disampaikan sejarawati India dan Ketua NMA (National Monuments Authority), Prof. Himanshu Prabha Ray, pada acara kuliah umum tentang Hinduisme Jawa dan pemutaran film. Kegiatan ini diadakan di India International Centre, New Delhi pekan lalu.

Acara ini merupakan bagian pertama dari rangkaian dua kuliah umum dan pemutaran film yang diadakan KBRI New Delhi, melalui Atdikbud, bekerjasama dengan India International Centre. Kuliah umum oleh Lama Doboom Tulku, Ketua Buddhist World Trust, dan pemutaran film kedua tentang Candi Borobudur diadakan tanggal 18 Juli 2017, di tempat yang sama. 

Memasangkan dua film dokumenter Cosmic Harmony dan Learning from Borobudur, hasil karya Studio Puskat (Yogyakarta), secara tak langsung terkait dengan Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular. Kakawin yang menyinggung keharmonisan antar umat berbeda keyakinan ini menjadi sumber inspirasi pedoman "Bhinneka Tunggal Ika" negara kita. 

Presiden ICCR (Indian Council for Cultural Relations) Prof. Lokesh Chandra memberikan kata pengantar sebelum kuliah umum tanggal 18 Juli 2017, mengungkapkan alasan mengapa Borobudur dibangun serta kedigdayaan peradaban maritim Dinasti Syailendra. Pakar keindonesiaan berusia 90 tahun dan pecinta kakawin Jawa Kuno ini juga berpendapat bahwa selain Mendut, Pawon, dan Borobudur, seharusnya masih ada satu candi lagi, yang masih belum ditemukan dan perlu dicari. 

Kemudian dilanjutkan kuliah umum oleh Doboom Tulku. Biarawan Buddha ini mengutarakan bahwa kemegahan Borobudur terletak pada ajaran yang terkandung di dalamnya. Ini jauh lebih megah daripada bangunan fisiknya. Seusai pulang dari Borobudur, peziarah diharapkan dapat kembali ke kehidupan duniawi, tetapi dengan cara pandang dan pemikiran yang bijak. 

Secara umum, para tamu yang kebanyakan skolar, pendidik, pegiat kebudayaan, serta diplomat dari India terkesan dengan dua film dokumenter tersebut. Narasi dengan pesan mendalam dan teknik sinematografi yang baik membantu membuat kisah dan kebijaksanaan pada kedua candi menjadi terang. Juga dua film tersebut, bagi orang India, menunjukkan kekuatan pesan yang unik dari seni klasik Indonesia, yang sebelumnya dianggap sebagai tiruan dari India semata. 

Rangkaian penayangan film Indonesia bermutu di India memberi warna unik, berhasil membedakan dengan warna Bollywood. Karena itu, peluang kerjasama produksi film dokumenter antara Indonesia dan India, khususnya dalam kebudayaan, sangat besar.(p/ab)