Kayu Ringan Indonesia Siap Serbu Pasar Eropa

By Admin

nusakini.com--Produk kayu ringan (light wood) Indonesia sukses mencatat estimasi transaksi USD 22,5 juta dalam Pameran Interzum yang berlangsung pada 16-19 Mei 2017 di Cologne, Jerman.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) Kementerian Perdagangan Arlinda menegaskan, keikutsertaan ini merupakan upaya agar kayu Indonesia dapat  semakin diterima di pasar Jerman dan lebih luas di pasar Eropa. 

Produk kayu ramah lingkungan yang berasal dari hutan yang berkesinambungan merupakan kunci sukses produk kayu Indonesia di Eropa.“Melihat karakteristik pasar Eropa yang peduli pada kelestarian lingkungan hidup, maka dengan adanya penerapan lisensi Forest Law Enforcement,  Governance and Trade (FLEGT) oleh Indonesia, daya saing produk kayu Indonesia akan semakin meningkat, khususnya di pasar Eropa,” tegas Arlinda. 

Selama 4 hari penyelenggaraan pameran, Paviliun Indonesia tampil memukau dengan desain khusus berkonstruksikan kayu ringan ramai dikunjungi buyers mancanegara. Pengunjung tidak  hanya datang dari kawasan Uni Eropa, melainkan juga dari benua Amerika, Asia, Afrika, maupun  Australia. Selain capaian estimasi transaksi, produk kayu ringan Indonesia juga menarik sebanyak 404 inquiries. 

Ekspor kayu dan produk kayu Indonesia ke Uni Eropa periode 2012-2016 mengalami tren pertumbuhan positif 3,19% dengan total nilai ekspor USD 1,03 miliar pada 2016. Sementara nilai  ekspor kayu dan produk kayu ke Jerman pada 2016 sebesar USD 170,78 juta.

Adapun pada Januari-Februari 2017, ekspor kayu dan produk kayu Indonesia juga meningkat 0,35% dengan nilai  ekspor USD 1,62 miliar. 

Nilai ekspor per Januari-Februari 2017 untuk komoditas utama produk industri kehutanan, yaitu kertas sebesar USD 559,70 juta (34%), plywood USD 351,24 juta (22%), pulp USD 235,64 juta  (15%), furnitur USD 227,61 juta (14%), dan kayu olahan USD 175,58 juta (11%). 

Capaian tersebut menunjukkan bahwa kesempatan para eksportir Indonesia untuk memasok produk kayu ke Jerman dan Uni Eropa sangat terbuka lebar. Jerman adalah importir terbesar 

keempat untuk kayu dan produk kayu dari seluruh dunia, mengungguli Inggris, Italia, dan Prancis.

Arlinda optimistis melalui Pameran Interzum tersebut, produk-produk Indonesia yang belum banyak dikenal dapat dipromosikan pada calon mitra bisnis di sana. 

“Pameran Interzum merupakan salah satu pameran terkemuka dunia yang memamerkan furnitur dan desain interior. Lewat keikutsertaan pada pameran ini diharapkan juga dapat memperkuat branding produk kayu Indonesia yang berkualitas dan ramah lingkungan,” tegas Arlinda.

Partisipasi Indonesia pada pameran ini merupakan implementasi dari perjanjian kerjasama (MoU) antara Ditjen PEN Kemendag dengan Import Promotion Desk (IPD) Jerman yang ditandatangani pada kegiatan Trade Expo Indonesia (TEI) 2016 silam. 

“IPD memandang Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi negara perintis penciptaan dan pengekspor kayu ringan inovatif ke pasar Eropa,” lanjut Arlinda. 

Pada pameran yang diselenggarakan setiap dua tahun ini, Paviliun Indonesia yang menempati area seluas 54m2  secara khusus menampilkan produk kayu ringan. Kayu ringan merupakan material  yang istimewa dan sangat berpotensi untuk industri masa depan. Disamping tersedianya kayu  ringan dengan jumlah yang berlimpah di Indonesia, IPD menganggap bahwa Indonesia merupakan  salah satu negara terdepan dalam hal produksi dan ekspor kayu lapis, barecore, dan blockboards. 

Perusahaan kayu Indonesia yang berkesempatan tampil pada Paviliun Indonesia di pameran ini adalah PT. Abioso Batara Alba, PT. Pinako Rotari Permai, PT. Rama Gombong Sejahtera, PT. Sumatera Timberindo Industry, PT. Sumber Mas Indah Plywood, dan PT. Tanjung Timberindo Industri. Keenam perusahaan ini membawa beragam produk yang berbahan baku kayu ringan. 

Sementara itu dari kalangan dunia usaha, Wakil Ketua Umum IbcA (Indonesia Barecore Association) Sumardji Sarsono yang hadir pada pameran Interzum juga mendukung pelaksanaan  skema lisensi FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa. 

“Skema ini menjadikan produk kayu Indonesia yang bersertifikat SVLK tidak perlu lagi melalui proses uji tuntas (due diligence) dan secara otomatis akan masuk melalui green lane kepabeanan negara tujuan di Uni Eropa, oleh karenanya menghasilkan efisiensi waktu dan biaya,” ujarnya. (p/ab)