Jokowi : Antisipasi Pangan, Energi dan Air

By Admin

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Desa Eko Putro Sandjojo 

nusakini.com - Presiden RI, Joko Widodo, menghadiri acara puncak peringatan Hari Pangan Sedunia XXXVI (HPS)di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (29/10/2016). Dalam sambutannya, Presiden menyampaikan, betapa sekarang ini kompetisi antar negara sangatlah sengit. Ada tiga hal yang kedepannya akan diperebutkan oleh semua negara, yaitu pangan, energi dan sumber daya air, sehingga mulai sekarang, kita harus bisa mengantisipasi, menyiapkan, dan melakukan perencanaan terkait dengan tiga hal tersebut secara matang.

Negara kita sebetulnya adalah negara yang besar dan subur. Tetapi di tahun lalu, kita masih mengimpor beras, kedelai, jagung, buah-buahan dan lain-lain.

Tetapi melihat kondisi di lapangan, Presiden optimis bisa meraih kedaulatan pangan jika kita semua bekerja keras mencapainya. Komoditas jagung, misalnya, mengalami penurunan impor sebanyak 60% hingga hari ini. Padahal tahun lalu semua petani mengeluh karena harga jagung hanya Rp1.500/kilogram. Kemudian Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman minta dibuatkan Perpres harga jagung. Maka dibuatlah Perpres yang mengatur harga jagung saat itu sebesar Rp2.700/kilogram. Hingga saat ini, harga jagung mencapai Rp3.100/kilogram. Artinya, petani sudah bergairah menanam. Jika kita bekerja keras, maka untuk komoditas jagung paling lambat tahun 2018 kita sudah tidak melakukan impor lagi. 

Sedangkan hal yang berkaitan dengan sumber daya air, kita memang sedang memulai langkah membangun waduk, tetapi tahun depan akan dilakukan pembangunan waduk besar-besaran (49 waduk) dan ribuan embung. Demikian halnya dengan energi, juga harus kita siapkan sebaik mungkin. 

Untuk itu, Presiden mengharapkan yang hadir dalam acara HPS dapat bekerja keras semua. Misalnya untuk komoditas jagung, fokus hanya di tiga propinsi yang memang merupakan sentra penghasil jagung, tetapi betul-betul diurus dan dimonitor. 

Sama halnya dengan masalah gula, kapan Indonesia berhenti mengimpornya. Mentan menjawab, kalau lahannya siap. Presiden heran, karena luasan lahan sawit Indonesia mencapai 14 juta hektar, tetapi belum bisa mengalokasikan lahan tebu seluas 3,6 juta hektar. Untuk itu, kita semua harus detail dalam bekerja, karena ketatnya kompetisi antar negara. Petani kita yang pintar-pintar dan sangat menguasai lapangan, harus didukung oleh pemerintah.(p/mk)