Ini Pesan Menag saat Wukuf di Arafah

By Admin

nusakini.com--Lantunan talbiyah mulai terdengar sekitar pukul 11.30 waktu Arab Saudi dari tenda misi haji Indonesia, menandai akan proses wukuf di Arafah semakin dekat. Ratusan jemaah haji Indonesia memadati tenda masjid yang tersedia. Mereka tampak khusyuk dalam munajat kepada Allah diiringi lantunan talbiyah yang terus mengangkasa. 

Proses wukuf di tenda misi haji diawaki dengan sambutan dari Dubes Indonesia untuk Saudi Agus Maftuh dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Agus Maftuh mengingatkan jemaah haji agar berupaya menjadi pribadi yang terus membaik sehingga saat kematiannya ditangisi umat, dia justru tersenyumm bahagia menghadap Sang Kuasa. 

Sementara Menag Lukman, mengingatkan jemaah haji bahwa suasana wukuf menggambarkan miniatur Padang Mahsyar saat manusia dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan. Waktu itu, lanjut Menag, mulut manusia terkunci, sementara tangan dan kaki memberi saksi. 

"Saat ini, seluruh jemaah haji memakai pakaian ihram berwarna putih yang melambangkan suci. Semua jemaah haji melepaskan predikat identitas pribadi, menanggalkan status sosial dan segala atribut artifisial yang seringkali menjadi sumber keangkuhan dan kesombongan diri," kata Menag mengawali sambutannya, Minggu (11/9). 

Berikut ini versi lengkap sambutan Menag di Padang Arafah:

Assalamualaikum Wr. Wb. 

Para tamu Allah,

Jemaah Haji Indonesia yang saya muliakan,

Segala puji bagi Allah SWT Sang Penebar Berkah, yang dengan syariat-Nya telah mengumpulkan kita di Padang Arafah, dalam pelaksanaan ibadah wukuf sebagai rukun manasik haji pada hari yang dimuliakan di tanggal 9 Dzulhijjah. Wukuf adalah puncak pelaksanaan ibadah haji, namun ibadah haji tidak berakhir di Arafah ini. 

Haji merupakan syiar Islam terbesar. Tidak ada peristiwa ibadah yang menandingi ibadah haji yang menghimpun jutaan umat manusia dari berbagai suku bangsa dan negara di seluruh dunia untuk hadir dan berkumpul secara serentak di tempat yang sama dalam waktu bersamaan. Haji merupakan prosesi keagamaan terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan sejak dari masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. 

Saat ini seluruh jemaah haji memakai pakaian ihram berwarna putih yang melambangkan suci. Semua jemaah haji melepaskan predikat identitas pribadi, menanggalkan status sosial dan segala atribut artifisial yang seringkali menjadi sumber keangkuhan dan kesombongan diri. 

Suasana wukuf di Arafah menggambarkan Padang Mahsyar yang akan dihadapi seluruh umat manusia dalam skala mini. Hari ketika mulut telah dikunci, tapi tangan dan kaki yang nanti bersaksi, di depan Pengadilan Ilahi tentang amal baik dan amal buruk selama hidup di dunia yang fana ini. (QS Yasin:65) 

Para tamu Allah yang mulia, 

Inti manasik haji sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW adalah ibadah wukuf di Arafah, al-hajju al- arafah. Wukuf dalam arti berdiam di tanah Arafah yang sekarang kita lakukan, merupakan rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan. Semua jemaah haji, termasuk yang sedang mengalami gangguan kesehatan, diharuskan hadir di Arafah dengan bantuan dan pelayanan khusus dari para petugas haji.

Keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji akan dicapai apabila standar pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah haji dapat diwujudkan dengan baik. Untuk itu, penyelenggaraan haji dipersiapkan sejak di Tanah Air, selama dalam perjalanan, selama di Tanah Suci hingga kembali ke asal tempat tinggal para jemaah. Keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji dapat diperoleh bila seluruh jemaah haji dapat merasakan manfaat langsung pelayanan yang diberikan oleh petugas haji, sehingga mereka dapat menunaikan rangkaian ibadah haji dengan baik. 

Saya selaku Amirul Hajj dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada semua pihak di dalam negeri, baik jajaran kementerian dan lembaga di lembaga eksekutif, pimpinan dan anggota DPR-RI dan DPD-RI di jajaran legislatif, BPK, TNI, Polri, dan lembaga negara lainnya, serta Pemerintah Arab Saudi, atas dukungan dan kerjasamanya dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. 

Penghargaan dan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh petugas haji (Petugas Kloter dan PPIH Arab Saudi) yang telah bekerja maksimal melayani tamu-tamu Allah. Saya berharap semangat dan pengabdian saudara-saudara tidak akan pernah surut, tapi terus dipertahankan sampai akhir masa operasional penyelenggaraan ibadah haji. Saya yakin kerja keras dan pelayanan kita kepada para tamu Allah (dhuyufurrahman) mengantarkan keberkahan tersendiri untuk diri, keluarga dan bangsa kita. 

Segala upaya para petugas pelayan haji hanya bisa sukses jika diimbangi komitmen para jemaah. Sebab itulah, saya pun ingin mengingatkan, Hendaklah jemaah haji mengikuti arahan petugas/pemerintah. Janganlah sebagian jemaah mengeluarkan pendapat yang membuat jemaah lain ragu dalam ibadahnya. Jemaah hendaklah tidak was-was karena sejatinya agama Islam itu mudah dan tidak membebani. Hal ini sebagaimana ditegaskan firman Allah SWT, QS. Al Hajj: 78: 

Para tamu Allah yang berbahagia, 

Selain keberhasilan dalam penyelenggaraan ibadah haji yang terlihat dan dirasakan secara kasat mata, kita berharap seluruh jemaah haji meraih haji mabrur.

Kemabruran haji dapat dilihat dari dua dimensi yaitu hablum minallah dan hablum minannas. Dalam konteks hablum minallah, kemabruran haji tercermin dari meningkatnya keimanan, ketakwaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sedang dalam konteks hablum minannas, kemabruran haji tercermin dari semakin meningkatnya keshalehan sosial. 

Kemabruran haji sangat tergantung dari perilaku individu dalam mengamalkan dan menebar kebenaran, kebaikan, dan kedamaian dalam kehidupan sosial. Karena itu, sekembali dari Tanah Suci, janganlah berbangga telah menyandang gelar haji mabrur atau ibadah kita telah tuntas. Sebaliknya, kita harus sadar untuk mengamalkan nilai dan makna ibadah haji yang telah ditunaikan. 

Prof. Dr. Syaikh Mahmoud Syaltout dalam bukunya Al Islam, Aqidah wa Syariah memaparkan pesan moral ibadah haji, Dengan meninggalkan sanak keluarga, harta benda dan tanah airnya, jemaah haj rela menahan segala macam kesukaran dalam perjalanan demi berbakti kepada Allah.

Dia melakukan yang demikian bukan bermaksud mencari keuntungan materi untuk memuaskan hawa nafsu, tetapi semata-mata karena hendak bersimpuh sebagai hamba di hadapan Ilahi, bertaubat atas segala kesalahan dan kealpaannya di hadapan Kabah. Apabila sudah selesai tugas haji, maka hatinya tenteram, dan dengan itu dia kembali ke tanah air membawa suasana hati yang thumaninah, semangat yang kuat, dengan tekad yang bulat untuk memperbaiki dirinya dan umatnya. 

Pribadi mabrur ditandai oleh munculnya sikap cinta dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama, saling menghargai dan saling toleransi terhadap perbedaan. Ini sejalan dengan pesan Rasulullah dalam khutbah wada 14 abad silam, yang perlu kita kedepankan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Kita ditakdirkan hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk, baik dari segi etnis, suku, bahasa dan budaya, maupun paham keagamaan. 

Terhadap sesama manusia kita perlu tumbuhkan solidaritas kemanusiaan (ukhuwah insaniyah), terhadap sesama muslim perlu kita kembangkan persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah), dan terhadap sesama bangsa kita rajut persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah). Pengejawantahan dari ketiga nilai ini merupakan bentuk kemabruran sosial yang perlu dipelopori oleh para hujjaj di Tanah Air nanti. Dengan spirit persaudaraan kita merajut kebersamaan yang akan membawa kita mampu mengembangkan kerjasama dalam membangun kehidupan bersama yang maju dan berkeadaban. 

Para dluyufur Rahman yang berbahagia, 

Di era digital sekarang ini, haji memiliki makna lebih mendalam. Yakni sebuah jalan kembali dari keterasingan diri ketika terlena berkutat dengan teknologi komunikasi informasi. Haji ibarat install ulang terhadap segala program yang memengaruhi gerak tubuh dan perjalanan hidup. Waktu berhaji adalah masa service atau perbaikan diri agar kembali berfungsi sesuai tujuan hidup setiap insani, yaitu beribadah dengan segala bentuknya sepenuh hati. Wukuf dapat bermakna hibernasi (proses mengistirahatkan diri) untuk mengoptimalkan kembali fungsi rohani dan ragawi. 

Kesediaan menahan kepenatan dalam melaksanakan rukun Islam kelima ini adalah wujud penegasan diri sebagai hamba yang hanya berserah kepada Sang Maha Kuasa. Kesabaran berpanas-panas di Arafah adalah energi yang menghubungkan manusia dari berbagai latar belakang ke dalam satu ikatan ummatan wahidah. Sebesar apa pun perbedaan di antara kita, apa pun latar belakang kita, dari mana pun asal kita, sejatinya semua ingin berkomunikasi dengan pesan yang sama kepada Allah SWT, yakni diakui sebagai seorang muslim, seorang yang berserah diri kepada ajaran Allah SWT demi mewujudkan keselamatan dan kedamaian, wa ana minal muslimin. Di sinilah, di Arafah inilah, kita menyempurnakan makna syahadat yang setiap hari kita ucapkan, Asyhadu an laa Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.  

Para tamu Allah yang berbahagia, 

Padang Arafah memang panas dan tandus dalam pandangan mata kepala. Tapi dalam tatapan mata batin, di sinilah tempat paling sejuk dan subur untuk berkontemplasi dan melakukan refleksi memperbaiki diri. Di tempat inilah Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk mengeluarkan segala keluh kesah dan mengutarakan segala harapan. Saat inilah waktu yang istimewa untuk bermuhasabah menemukan jatidiri sehingga kita dapat berperilaku lebih arif dan bijak sebagai cerminan nilai-nilai ilahiyah. Para orang shaleh mengatakan: man arafa nafsahu faqad arafa robbahu (Siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhan-Nya).

Di tempat dan waktu yang mustajab ini, mari berdoa, kiranya seluruh jemaah haji Indonesia dapat menyelesaikan rangkaian ibadah haji dengan sebaik-baiknya. Bagi yang sakit segera diberikan kesembuhan dan sehat kembali. Semoga semua jemaah haji kembali ke tanah air memperoleh predikat haji mabrur yang terimplikasi dalam pengamalan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Di tempat yang mulia ini mari kita gunakan sebanyak mungkin berdzikir dan berdoa untuk kebaikan diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara dan bangsa agar menjadi bangsa yang berdaulat, serta memiliki daya saing terhadap bangsa lain.

Tugas seorang haji setelah pulang ke Tanah Air dilukiskan oleh seorang cendekiawan muslim dengan ungkapan puitis: Wahai Haji! Jadikanlah negerimu sebuah negeri yang aman karena engkau telah pulang dari tanah haram; Jadikanlah zamanmu zaman yang mulia seolah-olah engkau tetap berada di dalam keadaan Ihram; Jadikanlah dunia ini seakan menjadi masjid suci karena engkau telah pulang dari Masjid Al Haram; karena seharusnya seluruh permukaan bumi ini merupakan masjid Allah.

Semoga Allah SWT mengampuni dosa dan khilaf kita, dosa dan khilaf kedua orang tua kita, dosa dan khilaf guru-guru kita, dosa dan khilaf para pemimpin dan seluruh masyarakat Indonesia. Semoga ridla, rahmat, dan berkah Allah SWT dilimpahkan kepada seluruh jemaah haji Indonesia.  

Semoga kita semua senantiasa dibimbing dan diberi kemudahan dalam mewujudkan tujuan kemerdekaan dan cita-cita bangsa yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang adil dan makmur sejahtera dalam naungan rahmat dan ampunan Allah SWT. (p/ab)