Ini Penjelasan Menaker Terkait Aturan Baru Pembayaran THR

By Admin

nusakini.com--Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan merupakan amanat Pasal 7 ayat (3) PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Peraturan tersebut juga merevisi Permenaker No. PER.04/MEN/1994 yang materinya sudah tidak sesuai lagi dengan PP No. 78 Tahun 2015. 

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri menegaskan bahwa pembuatan peraturan tersebut melibatkan seluruh stakeholder ketenagakerjaan. Lebih lanjut, Menaker memaparkan alasan mendasar dari diberlakukannya peraturan baru pembayaran THR tersebut. Menurutnya, setiap individu yang mengikatkan diri dalam hubungan kerja dengan orang lain atau badan hukum dan meneken kontrak, ia berhak mendapatkan THR meski belum berstatus sebagai karyawan tetap. 

"Dicantumkan waktu 1 bulan untuk memudahkan perhitungan saja. Jadi nanti besar THR-nya proposional berdasarkan masa kerja. Kalau masa kerjanya 1 bulan, berarti 1 bulan dibagi 12 dikali upah," ujar Menaker di Jakarta, Minggu (19/6). 

Untuk diketahui, Dalam rangka menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dan terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan buruh, Menaker juga menandatangani Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Hal ini sangat penting sebagai bentuk perlindungan yang adil bagi kalangan pekerja/buruh. 

Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud dalam Permenaker Nomor 20 Tahun 2016 Tersebut meliputi 4 point sanksi yakni; teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan yang terakhir adalah pembekuan kegiatan usaha. Teguran tertulis yang dimaksud merupakan peringatan tertulis atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengupahan. 

Sedangkan sanksi berupa pembatasan kegiatan kegiatan usaha merupakan sanksi administratif meliputi; pembatasan kapasitas produksi, baik berupa barang maupun jasa dalam waktu tertentu dan/ penundaan pemberian izin usaha di salah satu atau beberapa lokasi bagi perusahaan yang memiliki proyek di beberapa lokasi. Selain itu, ada juga sanksi penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi yang merupakan sansi administratif untuk tidak menjalankan sebagian atau seluruh alat produksi baik berupa barang meupun jasa dalam waktu tertentu. 

Sanksi administratif yang terakhir berupa pembekuan kegiatan usaha yang secara spesifik diberlakukan untuk menghentikan seluruh proses produksi barang dan jasa di perusahaan dalam waktu tertentu. Empat sanksi administratif tersebut diberikan sesuai pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Sanksi administratif tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar hak pekerja/buruh.(p/ab)