Ini Penjelasan Badan Geologi Terkait Gempa Megathrust yang Berpotensi Guncang Jakarta

By Admin

nusakini.com--Menanggapi isu yang beredar di media terkait wilayah Jakarta berpotensi diguncang Gempa Megathrust sebesar 8,7 SR, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar dalam Konferensi Pers di Bandung, Kamis (8/3) menegaskan bahwa di wilayah Indonesia pada umumnya memiliki kerentanan terhadap gempa bumi, baik yang berasal dari zona subduksi (tumbukan), intraslab (zona dalam pertemuan kerak samudera dan kerak benua), maupun patahan di darat. Namun hingga saat ini belum ada cara untuk memprediksi kejadian gempabumi (tempat, waktu, dan besaran) secara tepat.  

"Wilayah yang berpotensi mengalami gempa bumi tidak hanya di Jakarta. Dari ujung utara barat pulau Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, NTT, Sulawesi, Maluku, Papua, memiliki kerentanan terhadap kegempaan, jadi bukan hanya Jakarta", jelas Rudy. 

Jalur Megathrust memanjang dari sebelah barat ujung utara Sumatera ke selatan Jawa hingga di selatan Bali dan Nusa Tenggara yang terbagi-bagi ke dalam beberapa segmen, salah satunya segmen di selatan Selat Sunda. 

Megathrust merupakan salah satu jenis sumber gempa bumi dengan mekanisme sesar naik dan ukurannya sangat besar yang terbentuk dari proses subduksi (tumbukan) antara dua lempeng tektonik dimana salah satunya menunjam ke bawah. 

Sedangkan untuk potensi gempa yang ada di Jakarta, Rudi menjelaskan bahwa secara geologis ada tiga kelompok gempa bumi yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak di wilayah Jakarta, yaitu : 

1. Sumber gempa bumi dari subduksi (megathrust). Jaraknya zona subduksi lebih dari 200 km terhadap kota Jakarta. Jika terjadi gempa bumi besar (8-9,5 MW) yang bersumber dari zona subduksi dapat merambat hingga wilayah Jakarta, intensitas biasanya menurun karena amplifikasinya tinggi, dan dapat berdampak pada bangunan/infrastruktur tinggi; 

2. Sumber gempa bumi dari intraslab (zona dalam pertemuan kerak samudera dan kerak benua, kedalaman umumnya >90 km) dengan posisi pusat gempa terletak di bawah wilayah Jakarta. Maksimum magnitudonya diperkirakan lebih lecil daripada gempa bumi subduksi, namun dapat juga menimbulkan efek kerusakan terutama terhadap bangunan/infrastruktur tinggi; 

3. Sumber gempa yang diakibatkan aktivitas patahan aktif di darat sekitar Jakarta. Magnitudo maksimum pada umumnya lebih kecil daripada gempa bumi dangkal, dampak gempa bumi bisa berpengaruh langsung terhadap bangunan perumahan rakyat dan gedung yang tidak terlalu tinggi. 

"Gempa itu given, pasti terjadi, hanya kapan dan waktunya yang kita semua belum tahu. Efeknya sama, di tempat lain yang secara geologinya tersusun oleh batuan yang masih lunak itulah yang potensi gempanya ada seperti di wilayah Bandung, Jakarta, Aceh, dan Padang", jelas Rudy. 

Rudy lebih lanjut menjelaskan wilayah Jakarta dan sekitarnya masih bisa dikatakan aman dari gempa bumi selama seluruh pihak tetap waspada, melakukan kajian mendalam mengenai bahaya guncangan gempa bumi dan memasukkan kajian ini ke dalam rencana tata ruang yang harus dipatuhi oleh pemerintah dan masyarakat. "Jakarta dikategorikan relatif bisa ditinggali oleh masyarakat. 

Dimanapun, di Jakarta dan (wilayah) lainnya harus melakukan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap gempa. Bagaimana menata ruangnya harus berbasis kebencanaan termasuk semua infrastruktur bangunan harus mempertimbangkan aspek kegempaan. Itu salah satu mitigasi pengurangan resiko bencana gempa", tambah Rudy. 

Selain itu juga diperlukan keterlibatan dan kerjasama antar pihak untuk melakukan edukasi terhadap tanggap gempa dan mitigasi bencana geologi. 

"Untuk menghadapi gempa tidak bisa hanya satu sektor. Fungsi dari Badan Geologi hanya memetakan kawasan rawan bencana, diperlukan satu kerjasama antar instansi mulai dari BMKG, BNPB, LIPI, BNPT, PUPR, Tata Ruang, Bappenas, Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah", ungkap Rudy. 

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani juga menambahkan untuk mengantisipasi dan sebagai upaya mitigasi bencana geologi, Badan Geologi melalui PVMBG juga telah mengeluarkan Peta Rawan Bencana Geologi. 

"Kami telah membuat peta kawasan rawan bencana dan tsunami berdasarkan sejarah gempa yang ada disitu, besaran-besaran gempa yang terjadi, semua struktur bangunan harus mengikuti panduan itu", pungkas Kasbani. (p/ab)