Ini Pandangan Kadin Soal Pembangunan Infrastruktur Transportasi Jabodetabek

By Admin

nusakini.com--Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pembangunan infrastruktur transportasi di Jabodetabek bisa lebih cepat dan tepat waktu agar perekonomian Jabodetabek tetap tumbuh. Dalam kaitan itu, Kadin tengah menggodok keterlibatan swasta untuk membantu pemerintah mempercepat pembangunan. 

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Infrastruktur, Erwin Aksa menjelaskan, peran transportasi pada awalnya lebih pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk mengakomodasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Namun seiring dengan perkembangannya, sistem transportasi di Jabodetabek telah berperan sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi yang memberikan dampak positif bagi kondisi ekonomi.  

“Dari sisi makro ekonomi, transportasi memegang peranan strategis dalam meningkatkan PDB nasional, karena sifatnya sebagai derived demand, yang artinya apabila penyediaan transportasi meningkat akan memicu kenaikan angka PDB,” ungkap dia di sela-sela acara focus group discussion (FGD) yang digelar di Menara Kadin belum lama ini.

Di Jabodetabek kerugiaan akibat bermasalahnya sektor transportasi seperti kemacetan telah menghilangkan potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Menurut Bank Dunia, masyarakat Jabodetabek umumnya menghabiskan waktu minimal 3,5 jam di kemacetan. Nilai ekonomi yang hilang dalam 1 tahun sama dengan Rp 39,9 triliun, karena waktu yang terbuang tersebut apabila digunakan untuk melakukan kegiatan produktif dalam 1 tahun bisa mendatangkan pendapatan bagi kota hingga US$ 3 miliar atau Rp 39,9 triliun. 

Saat ini, kata Erwin, peran infrastruktur transportasi di Jabodetabek masih diwarnai dengan karakteristik transportasi yang dihadapkan pada kualitas pelayanan yang rendah dan cakupan pelayanan yang terbatas. Oleh karenanya, keterlibatan swasta sangat diperlukan dalam proses pembangunan hingga peningkatan kualitas layanan. 

“Meski beberapa usaha Pemerintah untuk mengatasi kemacetan di Jabodetabek telah dilakukan, seperti penambahan bus Transjakarta dan kereta api rel listrik (KRL). Namun, keberadaan bus transjakarta dan KRL dinilai belum cukup untuk mengurangi kemacetan karena jalur yang tersedia belum terkoneksi secara keseluruhan dengan sarana transportasi lainnya,” Kata Erwin. 

Menurutnya, masalah di Jabodetabek selain kemacetan akibat terbatasnya sarana dan prasarana yang terintegrasi, kemacetan juga ditimbulkan oleh pembangunan infrastruktur transportasi publik yang seakan-akan menjadi buah simalakama bagi pemerintah dan rakyat.  

“Jika tidak dijalankan, maka Jabodetabek tidak akan pernah memiliki fasilitas transportasi publik yang layak. Tapi memang dalam proses pembangunannya ternyata berpengaruh pada aktivitas perekonomian,” kata Erwin. 

Dia mencontohkan, di tol Jakarta – Cikampek (Japek), Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam menangani kemacetan melalui pembangunan Light Rapid Transit (LRT) dan Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung sehingga masyarakat dapat beralih menggunakan transportasi umum tersebut. Namun, pemerintah juga nampaknya melakukan kebijakan yang kontradiktif dengan membangun koridor tol Japek Elevated atau Jalan Tol Layang. Sehingga akibat pembangunan ketiga proyek besar tersebut dalam waktu bersamaan telah menimbulkan side effect negatif yang besar karena kemacetan semakin parah yakni total kerugian waktu dan BBM sebesar Rp 15,6 triliun dalam masa pembangunan selama 24 bulan tersebut. 

“Tingginya jumlah penduduk di Jabodetabek sudah berpengaruh pada sumber daya kota yang terbatas. Ketidakseimbangan antara infrastruktur publik yang tersedia dengan jumlah penduduk menyebabkan kurangnya pelayanan kota termasuk di sektor transportasi. Akhirnya menyebabkan tingginya jumlah kendaraan pribadi yang tidak seimbang dengan ketersediaan ruas jalan, sehingga kemacetan lalu lintas pun semakin parah,” terang Erwin. 

Kadin mencatat, ada beberapa hal yang sulit dicari jalan keluar dalam mengatasi permasalahan transportasi di Jabodetabek, antara lain, pertumbuhan kendaraan yang sangat tinggi, rendahnya disiplin pengguna jalan, buruknya perencanaan dan penataan kota, kondisi sarana kendaraan umum yang buruk, keamanan dan kenyamanan di jalanan.  

Di sisi lain, diterbitkannya Perpres Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek) telah memberikan harapan untuk menyelesaikan permasalahan transportasi di Jabodetabek menuju pelayanan transportasi secara terintegrasi dengan menerapkan tata kelola organisasi yang baik.  

“Ke depan, kami harapkan pemerintah dapat menjajaki peluang kerja sama dengan swasta dalam meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur transportasi di Jabodetabek,” pungkas Erwin. (p/ab)