Indonesian Interfaith Scholarship 2019 Ditutup

By Abdi Satria


nusakini.com-Kuta-Kementerian Agama melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI usai menggelar Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) 2019 kali ini mengusung tema 'Harmonization between culture and religion in Indonesia', berlangsung dari tanggal 11-20 Agustus 2019. Gelaran ke-enam ini merupakan kerjasama Kemenag RI dengan Uni Eropa khususnya Parlemen Eropa lewat program Indonesian Interfaith Scholarship (IIS). 

Program IIS ini pertama kalinya dilaksanakan pada 2012 dengan mengundang peserta dari berbagai unit di institusi Uni Eropa untuk mengadakan berbagai kunjungan dan pertemuan agar dapat mengetahui kondisi kehidupan antarumat beragama di Indonesia. Pada IIS 2019 ini, delegasi berkunjung ke tiga Provinsi, yakni: Yogyakarta, Jakarta, dan Bali. 

“Dengan mengundang para delagasi dari Uni Eropa untuk berada di Indonesia selama sembilan hari untuk berdiskusi dan berdialog dengan berbagai pihak, kami berharap mereka akan mendapat gambaran yang jelas tentang kerukunan antarumat beragama di Indonesia,” kata Kabid Harmonisasi Umat Beragama FKUB Kemenag Anwar Ambary mewakili Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan pada clossing ceremony IIS 2019, di hotel Golden Tupip, Kuta, Denpasar, Bali, Minggu (18/08) malam. 

Disampaikan Anwar Ambary, keempat belas delegasi IIS 2019 yang telah mengunjungi sejumlah universitas, komunitas dan rumah-rumah ibadah, dapat memberikan pemahaman dan melihat secara lanasung mengenai kerukukan antarumat beragama di Indonesia. 

"Dari akhir program para delegasi dapat menuliskan refleksi masing-masing, dan dunia dapat melihat dan memahami bahwa kehidupan kerukunan antarumat beragama di Indonesia tumbuh kembang dengan baik," kata Anwar Ambary. 

Kakanwil Kemenag Bali I Nyoman Lastra dalam sambutannya mengucapkan banyak terimakasih dan merasa senang bisa hadir dalam clossing ceremony IIS 2019. "Sungguh beruntung sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Bali, karena masih mempercayai Bali sebagai tempat acara ini," kata I Nyoman Lastra. 

Disampaikan I Nyoman Lastra bahwa kerukunan di Bali tidak semata-mata begitu saja ada, tapi karena jasa para pendahulu, para raja-raja Bali membuat sejarah dan menunjukkan kepada dunia bahwa Bali adalah tempat yang rukun.

Bagi I Nyoman Lastra, hal ini disebabkan karena masyarakat Bali sangat kental dengan kearifan masyarakat Bali. Di mana, masyarakat Bali yang selalu menjunjung tinggi dan menghargai perbedaan. Untuk itu, I Nyoman Lastra berharap kepada para delegasi Uni Eropa dapat menjadi penyambung lidah untuk menyampaikan kepada negara masing-masing bahwa Indonesia adalah negara yang rukun dari berbagai etnis, budaya, dan agama yang ada. 

"Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Pulau Bali bukan pulau besar, dan bukan pulau yang memiliki tambang emas maupun tembaga, tapi Bali adalah destinasi yang aman, indah, dan rukun," kata I Nyoman Lastra. 

I Nyoman Lastra juga menyampaikan bahwa, keragaman yang ada di Bali khususnya tidak menjadi penghalang dalam menjaga kerukunan di Pulau Dewata. Bahkan, Bali memiliki magnet yang membaut orang jatuh cinta, menjadi salahsatu destinasi dunia. Seperti halnya kedatangan Raja Salman, dan Barack Obama ke Indonesia juga menjadikan Bali sebagai tempat destinasi. 

Ketua Asosiasi FKUB Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet menyampaikan dan sekaligus mengajak semua pihak untuk kembali kepada kemurnian Pancasila karena nilai-nilainya saat ini sudah mulai dilupakan. Untuk itu, dirinya mengajak semua komponen ikut kembali membangkitkan ideologi Pancasila tersebut, karena dengan hal itulah, menurutnya masyarakat bisa saling menerima perbedaan demi utuhnya NKRI.(p/ab)