Hujan Deras Tidak Surutkan Semangat Umat Buddha Dengarkan Khutbah Dhamma

By Admin

nusakini.com-- Hujan deras disertai petir dan angin kencang turun di kawasan Borobudur dan sekitarnya. Namun demikian, hal itu tidak menyurutkan umat Buddha untuk mengikuti Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) dalam rangka menyambut Hari Raya Asadha 2560/2016, yaitu: peringatan khotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang pertapa.  

Meski dalam kondisi basah kuyup, umat Buddha tampak tetap antusias, khusuk, dan hikmat dalam mendengarkan khutbah Dhamma (Dhammasakaccha) yang berlangsung sejak Jumat (15/7) lalu. Sabtu (16/7) malam, mereka mengikuti Dhammasakaccha oleh YM. Bhikkhu Santacitto P.hD session 3A s.d 4D. 

Tampak hadir dan berbaur dengan peserta ITC, Pgs. Direktur Urusan dan Pendidikan Paniran didampingi Kasubdit Kelembagaan Parwadi dan Kasi Penguatan Lembaga T.S Haryanto. Bersama-sama sekitar 300 umat Buddha yang hadir, mereka menyimak dan mendengarkan Dhammasakaccha tentang “Kutadanta Sutta” 

Seperti yang di sampaikan oleh YM. Bhikkhu Santacitto bahwa kotbah ini dibabarkan Sang Buddha kepada Brahmana Kutadanta di Mangga di kerajaan Magadha berkenaan pertanyaan Brahmana Kutadanta tentang upacara pengorbanan. Saat itu, Sang Buddha memberikan wejangan tentang upacara pengorbanan yang mudah dilaksanakan serta menghasilkan pahala yang besar dan kemajuan yang lebih baik, yaitu: melakukan dana secara terus-menerus kepada samana yang melaksanakan sila, membangun tempat-tempat suci atau vihara, berlindung kepada Sang Tiratana, dana yang dilakukan dengan melaksanakan sila, dan melaksanakan meditasi sehingga mencapai jhana-jhana I, II, III, dan IV serta menaklukkan sepuluh belenggu-belenggu batin. 

Dengan melaksanakan pengorbanan, lanjut Bhikkhu Santacitto (Bhante), maka seseorang akan mencapai enam kekuatan batin (abhinna). Memiliki Abhinna sangat berguna bagi seseorang untuk memperluas dan memperdalam pandangan tentang kehidupan, alam semesta, serta dapat menembus “Pengertian” yang selama ini belum dimengerti. “Penggunaan Abhinna ini harus sesuai dan diimbangi dengan moralitas/Sila, karena kemampuan ini bisa merosot dan lenyap jika kita melanggar sila,” tegas Bhante. 

Lebih lanjut YM.Bhante menjelaskan terdapat enam kekuatan batin (abhinna) yaitu: pertama, kemampuan batin fisik (Iddhividhi/iddhividha). Yaitu kemampuan seseorang mengarahkan dalam pikirannya pada bentuk iddhi. Ia bisa menjadi banyak orang, dan dari banyak orang kembali menjadi satu lagi. Ia berjalan menembus dinding, benteng atau gunung. Ia dapat menyelam dan muncul melalui tanah. Ia dapat menghilang, berjalan di atas air. Dengan duduk bersila, ia dapat melayang – layang di angkasa. Dengan tangan, ia menyentuh matahari. Ia juga dapat dengan tubuhnya mengunjungi alam-alam dewa.

Manfaat dari kemampuan ini adalah dapat melakukan banyak perbuatan baik untuk menolong orang lain yang letaknya jauh dari keramaian/terpencil. Dengan demikian, ketika ada orang yang membutuhkan bantuan (emergency), maka pemilik kemampuan ini dapat segera berada di sana untuk memberikan pertolongan. 

Kedua, telinga dewa (Dibbasota), yaitu kemampuan mendengar suara-suara manusia maupun dewa, yang jauh atau dekat. Manfaat kemampuan ini adalah dapat mendengar percakapan makhluk-makhluk di sekitar ataupun yang jaraknya jauh, sehingga bisa mendapatkan informasi dengan cepat. 

Ketiga, membaca pikiran (cetopariyanana/paracittavijanana), yaitu kemampuan untuk mengetahui pikiran makhluk lain, termasuk pikiran orang lain. Manfaat kemampuan ini adalah dapat membaca atau mengetahui pikiran orang lain, sehingga memungkinkan untuk dapat memecahkan persoalan orang lain, walalupun dia tidak mau membuka rahasianya. Demikian pula dengan memiliki kemampuan batin ini, seseorang juga tidak dapat ditipu orang lain yang hendak berbuat jahat. 

Keempat, mengingat kembali kehidupan-kehidupan yang lampau (pubbenivasanussatinana), yaitu kemampuan untuk mengingat kehidupan yang lampau dari satu kelahiran sampai ribuan kelahiran secara lengkap, tempat, keluarga, nama, suku bangsa, kebahagiaan, penderitaan, batas umur, banyak masa perkembangan dan kehancuran bumi, serta lainnya. Manfaat kemampuan ini adalah dapat menjawab banyak masalah yang berkaitan dengan kehidupan masa lampau ataupun riwayat hidup para Buddha dan para siswanya. Dengan Abhinna inipun kebenaran kitab suci dapat diuji. 

Kelima, mata dewa (Dibbacakkhu), yaitu kemampuan untuk melihat apa yang bakal terjadi di masa yang akan datang sehingga memungkinkan seseorang untuk melihat benda-benda atau makhluk-makhluk surgawi dan duniawi, jauh atau dekat, yang tak kasat mata. Juga kemampuan untuk mengetahui tentang kematian dan kelahiran makhluk, mengapa ada makhluk yang terlahir sengsara, menderita, atau makhluk terlahir di alam neraka, dan ada yang terlahir menyenangkan, bahagia atau terlahir di alam surga.  

Manfaat kemampuan ini adalah dapat membantu seseorang untuk melihat kelahiran-kelahiran makhluk-makhluk, mengapa seseorang bernasib seperti ini dan itu, mengapa seseorang berwajah buruk, ganteng, cantik, sehat. Orang yang memiliki kemampuan ini juga dapat mengetahui kehidupan seseorang di masa yang akan datang, melacak keberadaan seseorang setelah meninggal dan ke mana ia akan terlahir kembali sesuai dengan karmanya sekarang ini. Orang seperti itu juga dapat membuktikan sendiri apakah 31 alam kehidupan itu betul atau tidak. 

Keenam, pelenyapan kekotoran batin (Asavakkhayanana), yaitu kemampuan yang hanya dimiliki oleh seorang arahat, Pacceka Buddha atau samma sambuddha. Kemampuan ini tidak dapat dihasilkan oleh Samatha bhavana atau dengan mencapai jhana. Kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan melaksanakan Vipassana Bhavana. Manfaatnya adalah lenyapnya semua kekotoran batin. Orang yang memiliki kemampuan ini dapat mencapai penerangan agung (bodhi) dalam pengertian sebagai orang suci yang bila meninggal dunia tidak akan terlahir kembali. 

YM. Bhante menegaskan dari semua persembahan yang kita lakukan yang paling tinggi nilainya adalah melenyapkan semua kekotoran batin. Karena kekotoran batin adalah penghalang kemajuan spiritual dan menjadi rintangan manusia yang paling berat untuk di musnahkan. 

Untuk itu, YM. Bhante mengajak umat Buddah untuk tetap melestarikan Dhamma dan Vinaya dengan terus menerus mengulang kotbah Sang Buddha sebagai bentuk perwujudan dalam menjaga dan melestarikan ajaran Sang Buddha. (p/ab)