nusakini.com-Semarang – Perkembangan teknologi informasi di era digital mesti diikuti pula pada pertunjukan wayang. Dalang dituntut terus berinovasi agar kaum milenial tak pangling terhadap seni dan budaya Jawa ini. 

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP mengungkapkan, era digital perlahan-lahan memodernisasi seni dan budaya Jawa. Tak hanya gamelan tradisional, gamelan digital atau e-gamelan mulai dikembangkan di lingkungan perguruan tinggi. Seiring modernisasi tersebut, seniman dalang diharapkan dapat berpikir kekinian, namun tetap memahami pakem budaya Jawa. Sehingga dapat menularkan kecintaan mereka pada seni dan budaya Jawa kepada kaum muda. 

“Saya minta dalam kepengurusan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) masa bhakti lima tahun mendatang, hendaknya mengedepankan personel yang tahu pakem, akan tetapi mau berpikir kekinian dan globalisasi. Dengan demikian, diharapkan mau dan mampu mengembangkan kemampuan dan teknik pedalangan termasuk pertunjukan wayang dengan berkolaborasi pada teknologi,” ujarnya saat menghadiri Musyawarah Daerah Pepadi di Kesambi Hotel, Kamis (13/12). 

Lebih lanjut, Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah itu meminta dalang dapat mengolaborasikan antara gamelan asli dengan gamelan elektronik. Dengan demikian, kaum muda merasa bangga dan dihargai kreativitasnya. Dicontohkan, pertunjukan wayang dapat menggunakan teknologi pencahayaan seperti sinar laser agar terasa kekinian. Harapannya, kaum muda dapat benar-benar cinta wayang, dengan tetap memperhatikan pakemnya. 

“Bahkan cerita carangan (sempalan) pun, menurut saya sah-sah saja, sebagai upaya mengadaptasikan wayang dengan masyarakat serta memberdayakan wayang sebagai media pendekatan untuk kemudian menancapkan pengaruh, mengambil hati dan akhirnya menjadikan minat bagi masyarakat untuk suka dan rela menonton, serta nguri-uri wayang,” lanjutnya. 

Sri Puryono mengakui, saat ini tantangan pada era milenial adalah bagaimana kaum muda tetap mencintai budaya Indonesia, termasuk pertunjukan wayang. 

“Tantangannya adalah bagaimana kaum milenial itu cinta kebudayaan kita, menyukai pedalangan dan seni budaya bangsa. Sehingga mereka tidak mengalami alienasi (kepanglingan) budaya. Inilah bagian Trisakti Bung Karno, berkepribadian dalam kebudayaan,” tuturnya. 

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah ini mencontohkan, dia sering berkeliling ke kabupaten/ kota untuk bermain ketoprak. Selain karena kecintaannya terhadap seni dan budaya Jawa, alumnus UGM itu ingin kaum muda di daerah dapat mengenal berbagai lakon wayang orang. 

“Saya keliling ke kabupaten untuk main ketoprak. Saya minta bupati/ wali kota kalau ulang tahun daerah, selipkanlah wayang uwong atau ketoprak. Yang penting substansi lakonnya anak muda tahu,” pungkasnya.(p/ab)