Empat Jurus Kesehatan ala Pemprov Gorontalo

By Abdi Satria


nusakini.com-Gorontalo-Gubernur Gorontalo Rusli Habibie punya asumsi sederhana kenapa program ini menjadi satu dari delapan program prioritas. Ia ingin rakyatnya, khususnya warga miskin yang sakit, bisa mengakses layanan dasar kesehatan secara gratis. Itu artinya, rakyat sehat dan produktif di saat yang sama bisa menekan pengeluaran keluarga yang memang serba kekurangan. 

Program kesehatan gratis sudah diusung Rusli-Idris saat keduanya dilantik Februari 2012 lalu. Tidak lama bersela, keluarlah Peraturan Daerah (Perda) No.8 Tahun 2012 tentang Jamkesta. Salah satu poin pentingnya yakni menanggung premi asuransi kesehatan warga. 

Pada tahun 2012, program Jamkesta mampu menjangkau 357.035 jiwa masyarakat Gorontalo dengan premi sebesar Rp6.000,- per jiwa per bulan. Total anggaran yang disiapkan ketika itu sebesar Rp12,5 miliar. 

Tahun 2013 premi dinaikkan menjadi Rp10.000,- per jiwa per bulan dengan total anggaran Rp35,7 miliar. Ketika itu Pemprov Gorontalo berhasil mencapai Universal Helath Coverage atau kepesertaan menyeluruh untuk asuransi kesehatan di Gorontalo. 

“Pada tahun 2014 dengan terbentuknya BPJS Kesehatan, Pemprov Gorontalo menjadi provinsi pertama yang menyatakan kesiapannya berintegrasi dengan program JKN,” Kata Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim pada suatu kesempatan. 

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Misranda Nalole menjelaskan, Jamkesta tahun 2019 nilai total tanggungan pemerintah sebesar Rp55,4 miliar. Anggaran itu diperuntukkan bagi 200.842 jiwa. 

“Anggaran tahun ini sedikit lebih kecil dari tahun 2018 sebesar Rp56,4 miliar yang diperuntukkan bagi 200.842 jiwa,” Misranda membeberkan. 

Jurus lain yang dirasakan membantu warga miskin yakni program dana talangan bagi warga yang belum punya jaminan kesehatan sama sekali. Program ini memungkinkan bagi warga kurang mampu ber KTP Gorontalo berobat gratis jika sakit mendadak. 

“Jadi Bapak Gubernur berpesan ke kita yang dilayani jangan hanya yang punya jaminan tapi juga yang belum. Jadi ketika ada warga kurang mampu mendadak sakit dia tetap bisa dirawat gratis dengan cukup menunjukkan KTP domisili Gorontalo,” imbuhnya. 

Tahun 2019 ini Dinas Kesehatan menganggarkan Rp1,2 miliar untuk dana talangan. Program tersebut mampu membiayai 208 pasien yang berobat di berbagai fasilitas kesehatan. Anggaran itu lebih kecil dari tahun 2018 yang mencapai Rp1,9 miliar dengan realisasi 527 orang. Angka tahun ini lebih kecil karena pemerintah kabupaten/kota sudah mulai menganggarkan hal yang sama. 

Syarat untuk program ini terbilang cukup mudah. Ketika warga miskin keluar rumah sakit mereka diminta mengurus rekomendasi dari Dinas Sosial berbekal SKTM dari desa atau kelurahan setempat. Rekomendasi dan SKTM selanjutnya menjadi dasar pembayaran tergantung jumlah klaim rumah sakit. 

Program lainnya yang sangat dirasakan oleh warga yakni fasilitas rujukan pasien peserta PBI JKN KIS ke rumah sakit di luar daerah. Fasilitas kesehatan yang belum memadai di Gorontalo membuat ribuan pasien harus dirujuk keluar daerah untuk mendapatkan penanganan medis yang lebih baik. 

Kondisi itu direspon oleh pemerintah provinsi dengan menyiapkan anggaran rujukan untuk satu orang pasien, satu orang keluarga pendamping dan satu orang tenaga medis/paramedis. Tiket pesawat dan konsumsi selama dirawat ditanggung pemerintah. Termasuk dengan penyediaan fasilitas rumah singgah di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan Kota Manado, Sulawesi Utara. Bagi daerah yang tidak memiliki rumah singgah, seperti Jakarta dan Surabaya, pemprov menanggung biaya kos-kosan bagi keluarga dan pendamping selama pasien di rawat. 

Tahun 2018 anggaran yang disiapkan untuk program tersebut yakni Rp1,07 miliar dengan realisasi 35 pasien yang dirujuk ke luar daerah. Tahun 2019 anggaran yang disiapkan sebesar Rp1,25 miliar yang ditargetkan bisa melayani 18 pasien. Rupanya target tersebut membengkak menjadi 26 pasien atau 78 orang lengkap dengan pendamping keluarga dan tenaga medis. 

Jurus pamungkas kesehatan yakni pembangunan Rumah Sakit Provinsi dr.Hj. Hasri Ainun Habibie (RS Ainun). Rumah sakit yang beroperasi sejak tahun 2014 ini merupakan salah satu karya paling visioner dari Gubernur Rusli. Rusli menyadari bahwa Gorontalo membutuhkan rumah sakit rujukan tipe B agar warganya tidak perlu dirujuk ke luar daerah. 

Meskipun masih berstatus tipe C, namun pelayanan RS Ainun setiap tahun semakin baik. Tahun 2019 RS Ainun mendapatkan penghargaan dari Kemenpan RB sebagai Unit Penyelenggara Pelayanan Publik Predikat B. 

Tercatat selama tahun 2019 RS Ainun melayani 18.262 pasien rawat jalan dan 6.182 pasien rawat inap. Rumah sakit dengan 19 dokter spesialis itu juga mampu melakukan berbagai jenis operasi yakni operasi umum 281 kali, operasi mata 80 kali, operasi katarak 96 kali, operasi gondok dua kali dan operasi tulang satu kali. 

Empat program kesehatan itu tentu bukan menjadi pengecualian. Masih banyak layanan dasar kesehatan yang dilakukan termasuk layanan kesehatan bergerak, upaya penurunan stunting, kematian ibu dan bayi, pengentasan penyakit menular serta gerakan masyarakat hidup sehat (Germas). 

Dinas Kesehatan juga berupaya untuk mendorong akreditasi dan peningkatan layanan di semua fasilitas kesehatan di daerah. Tercatat di Provinsi Gorontalo memiliki 13 rumah sakit pemerintah dan swasta serta 93 puskesmas yang tersebar di lima kabupaten dan satu kota. (p/ab)