Dua Program ini Dibutuhkan untuk Pengembangan Pendidikan Vokasi

By Admin

nusakini.com--Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Anton J. Supit menilai pendidikan vokasi bukan hal baru di Indonesia. Unsur barunya terletak pada inisiatif yang diawali oleh Presiden Joko Widodo yang menghendaki vokasi menjadi prioritas pendidikan menengah saat ini. 

"Baru kali ini pendidikan vokasi dibicarakan secara komprehensif, dimulai langsung oleh presiden kita. Sayangnya kita belum memiliki sistem yang terpadu terkait pendidikan vokasi. Sistem inilah yang kita butuhkan," papar Anton saat acara Diskusi Kampanye Pendidikan Vokasi di Menara Kadin, Selasa (20/2). 

Diskusi yang berlangsung selama dua hari ini (19 - 20 Februari 2018) menjadi istimewa karena menghadirkan pembicara dari Kadin Trier, Jerman serta perwakilan industri dari Konstanz, Jerman. Mereka adalah Jan Glockauer, DIrektur Eksekutif Utama IHK (Kadin) Trier, Oliver D Chaus dan Michaela Schweizer dari it.x Konstanz. 

Menurut Anton, ada dua hal penting yang dibutuhkan Indonesia untuk meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat akan kepentingan pendidikan vokasi. Hal pertama adalah hadirnya undang undang khusus tentang pendidikan vokasi. Yang kedua, program kampanye yang masif baik untuk meningkatkan kepedulian akan vokasi maupun untuk mendukung penyebarluasan informasi seputar industri dan ketenagakerjaan. 

"Hadirnya perundangundangan akan membentuk sistem, sedangkan kampanye massif akan memperkuat sistem tersebut," kata Anton. 

Pandangan ini dibenarkan oleh Dr Jan Glockauer. Dia menjelaskan, UU Pendidikan Vokasi di Jerman telah hadir sejak 1948. Dibutuhkan proses panjang serta melalui trial & error program untuk sampai ke tahap Jerman saat ini yang menjadi rujukan pendidikan kejuruan internasional. 

"Belajar dari itu semua, saya berharap semua pihak di Indonesia untuk bisa lebih sabar dan tidak terburu-buru. Pembentukan sistem pendidikan vokasi memang butuh nafas panjang untuk melalui tahap demi tahap dengan sabar," terang Glockauer. 

Dia menjelaskan, di Jerman terdapat 327 profesi berbeda yang dihasilkan pendidikan vokasi. Peserta didik akan berkesempatan menjalani proses pembelajaran lapangan di lokasi industri. Skema pembelajaran yang lazim adalah tiga hari di lapangan dan dua hari di kelas. Namun, skema tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan maupun kebutuhan industri, misalnya melalui skema blocking.  

  "Misalnya ada waktu di mana peserta didik akan berada selama 3 minggu di lapangan dan dua minggu di kelas," urai Glockauer. 

Terkait kampanye program pendidikan vokasi, Jan Glockauer menjelaskan bahwa tahapan lobi maupun kampanye melalui sosial media perlu dilakukan secara berbarengan. Kedua matra pendekatan komunikasi tersebut akan saling menopang untuk menyukseskan program pendidikan vokasi secara nasional. (p/ab)