Dua Legislator Senayan Puji Kinerja Pertanian

By Admin


nusakini.com - Respek terhadap pembangunan pertanian menjelang dua tahun Kabinet Jokowi – JK, mendapat apresiasi, setidaknya dari dua Wakil Ketua Komisi IV DPR yakni Herman Khaeron (Partai Demokrat), dan Daniel Johan (Partai Kebangkitan Bangsa).

Herman, yang baru meraih gelar doktor di bidang ilmu pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (Unpad) dengan disertasinya "Model Pengembangan Diversifikasi Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional (Suatu Kasus di Provinsi Jawa Barat)", bukan hanya basa-basi. 

Seperti dirilis Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), dia menggaris bawahi dua hal pokok kinerja sektor pertanian yang dipimpin Andi Amran Sulaeman. Pertama, sektor tanaman pangan seperti beras dan jagung. "Saya ini paling keras kritik pertanian. Tapi kali ini kinerja budidaya tanaman pangan mendapat sorotannya, harus diakui positif,” katanya, sambil menambahkan, “kemudian atau meminjam istilah Daniel, On the track". 

Herman merujuk kepada fakta, sepanjang tahun ini, misalnya, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan berasnya tanpa impor, merujuk pula pada tidak adanya surat izin impor beras. "Impor awal tahun ini, itu realisasi 'kuota' impor tahun lalu yang mencapai 1,5 juta ton, yang baru terealisasi sekitar 0,8 juta ton,” terangnya. 

Hal itu seperti mengamini pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, beberapa hari sebelumnya. “Ngapain lagi impor, barang banyak. Orang yang impor saja tidak ada yang mau, gimana? Sampai sekarang ngga ada permintaan impor. Beras oke, cabai aman, bawang bagus."

Memang, pada 2015, jika mengacu pada angka tetap (Atap) yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka itu, bukan saja lebih tinggi dari target Rencana Strategis 2015-2019 yang tertulis 73,40 juta ton GKG (2015). Namun menjadi rekor produksi padi atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir. 

Data capaian produksi 2010-2014 jauh di bawah capaian itu. Pada 2010, produksi 66,47 juta ton GKG, pada 2011 sebesar 65,76 juta ton GKG, 2012 sebesar 69,06 juta ton GKG, 2013 sebesar 71.28 juta ton GKG, dan 2014 sebesar 70,25 juta ton GKG. "Ini karena pemerintah saat ini fokus dan melakukan program intensifikasi dengan baik. Tentu juga karena anggaran pertanian tahun ini juga naik,” papar Herman, yang juga diamini Daniel. 

Tentu, apresiasi itu pun merujuk pada kinerja produksi beras 2016 yang hingga Angka Ramalan II 2016 --yang dirilis BPS tercatat 79 juta ton. 

Hal senada juga dilontarkan Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarto Tohir yang mengapresiasi Atap produksi pangan 2015. Termasuk dalam mewujudkan komitmen menghindari impor bawang dan cabai untuk memasok kebutuhan di dalam negeri. "Bahkan, impor jagung turun hingga 60%," lanjut Herman. 

Jika merujuk data impor jagung Januari-Mei 2016, yang sudah turun 47,5% dibandingkan dengan periode yang sama 2015 dan menghemat devisa sekitar Rp2,7 triliun, berapa total penghematan devisa dari angka 60%? Jelas, capaian itu dipicu oleh kinerja subsektor jagung. 

Winarno mengacu kepada data BPS yang merilis produksi jagung 2015 naik menjadi 19,61 juta ton. Begitu juga impor bawang dan cabai. "Bukan hanya beras yang oke, cabai aman, bawang pun bagus," timpal Mendag.

Tak terkecuali dengan nilai tukar petani. NTP nasional September 2016 sebesar 102,02 atau naik 0,45% dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) naik sebesar 0,73%, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB) sebesar 0,28%. 

Di sisi lain, indeks Ketahanan Pangan global atau Global Food Security Index (GFSI) 2016, posisi Indonesia meningkat dari peringkat ke 74 menjadi ke 71 dari 113 negara. Namun, kedua wakil rakyat itu memberikan catatan lain (kedua), yang harus dijadikan pekerjaan rumah: Jaga stabilitas harga dan pasokkan pangan. 

Itu artinya, aspek transportasi harus mendapat perhatian. "Negeri ini Kepulauan. Kalau terjadi ombak tinggi di laut, kapal tidak bisa berlayar, pasok pangan ke daerah konsumen lain yang bukan sentra produksi, terancam dan harga bakal bergejolak," terang Herman. 

Karena itu, insentif ke sektor transportasi khususnya untuk pangan perlu dipikirkan. Kemudian, usul Daniel Johan, pemerintah sebaiknya membangun BUMDes (desa) di setiap desa. Ini bisa mendorong kemandirian pangan dan ekonomi di pedesaan. Bahkan akan memudahkan Bulog dalam penyerapan beras. 

Tentu yang tidak kalah penting, selain terus melakukan intensifikasi, adalah peningkatan gerakan diversifikasi pangan. Ini, terutama akan menekan ketergantungan pada beras. (p/mk)