Dr. Hassan Wirajuda: Negara-negara Demokrasi Maju dan Berkembang Sama-sama Hadapi Tantangan Kemajemukan

By Admin

nusakini.com--Dr. Hassan Wirajuda yang memoderatori diskusi panel Forum Bali Demokrasi ke-9 yang membahas tema "promosi demokrasi dan harmoni agama", menekankan bahwa negara-negara demokrasi, baik demokrasi maju atau demokrasi berkembang, saat ini sama-sama menghadapi tantangan kemajemukan dalam kehidupan demokrasi mereka. Hal ini juga tidak terlepas dari persoalan pembangunan bangsa dan bernegara ditengah-tengah tantangan pluralism, agama dan demokrasi. 

Diskusi panel hari kedua Bali Democracy Forum IX, ini menghadirkan panelis Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin – dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan Komisioner Independent Permanent Human Rights Commission (IPHRC) dari Organisasi Konferensi Islam; Mme. Ouided Bouchamaoui – dari Tunisia, pemenang Nobel Perdamaian 2015, sekaligus anggota Kuartet Dialog Nasional Tunisia; dan Mr. Charles Powell – dari Spanyol, Direktur Elcano Royal Institute Spanyol. 

Ditekankan bahwa keanekaragaman dapat berubah menjadi perbedaan ketika dihadapkan pada perjuangan untuk penguasaan ruang dan sumber-sumber daya. Keadaan tersebut bisa memunculkan sikap eksklusivisme yang ditandai dengan sikap kebanggaan dan superioritas kelompok, dan dominasi. Sikap ini mendorong terciptanya "garis batas" yang membedakan antara "kami" dan "mereka". Hal inilah yang kemudian menumbuhkan stigma dan diskriminasi suatu kelompok terhadap kelompok lain. 

Hal tersebut disampaikan oleh Ruhaini dan lebih lanjut menyampaikan sikap yang mendorong terciptanya "garis batas" yang membedakan antara "kami" dan "mereka" sangat mengganggu dan mengancam nilai-nilai utama dan tradisi masyarakat. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi negara-negara yang memiliki keanekaragaman kelompok etnis, agama dan identitas. Untuk mengatasi hal tersebut, harus dilakukan transformasi menuju negara modern yang mendasarkan diri pada solidaritas organik berdasar pada konsensus. Dan dalam upaya tersebut, diperlukan demokrasi. 

Pluralisme tidak dapat berdiri sendiri untuk mempromosikan keharmonisan agama. Harus ada komitmen kuat untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi lain, yaitu: transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, adanya keadilan kebijakan publik dan pemerataan keuntungan bagi seluruh rakyat; aturan hukum harus ditegakkan; perlu didorong organisasi agama yang modern dan nasionalis; serta partisipasi masyarakat harus terus didorong. 

Lebih lanjut, Ouided Buchamaoui menyampaikan pentingnya membangun "harmoni sosial", tidak hanya "harmoni budaya" dan "harmoni agama". Dalam konsep harmoni sosial, terdapat pengakuan bahwa kaum perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki aspirasi untuk hidup terhormat di masyarakat yang mengakui hak-hak ekonomi dan sosial mereka. 

Menurut Ouided, tantangan yang dihadapi saat ini adalah ekonomi. Untuk itu, kita perlu menghilangkan ketidakadilan, kemiskinan, pengangguran, ketidakseimbangan, dan sikap intoleran. Upaya tersebut merupakan langkah untuk menciptakan "harmoni" bagi "perdamaian dan kesejahteraan untuk semua". 

Dalam upaya tersebut di atas, harmoni dalam agama merupakan sumber dari harmoni sosial yang ditandai adanya sikap solidaritas, saling berbagi, saling peduli, kejujuran, saling menghormati dalam hal perbedaan, dan perlindungan terhadap kelompok rentan. Oleh karenanya, tidak akan ada harmoni demokrasi tanpa ada harmoni dalam agama, harmoni budaya dan harmoni sosial. 

Menurut Ouided, untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dalam demokrasi harus juga diupayakan pengelolaan sumber-sumber alam dan manusia yang lebih baik. Pada saat yang sama juga harus ditegakkan keadilan, peningkatan kesejahteraan, tanpa memandang perbedaan politik, agama dan budaya. 

Charles Powell – dari Spanyol, Direktur Elcano Royal Institute Spanyol menegaskan bahwa Eropa dalam hal ini Uni Eropa memiliki moto yang sama dengan Indonesia yaitu "unity in diversity". Namun dampak globalisasi yang tidak dapat diantisipasi dengan baik oleh Uni Eropa dan negara-negara anggotanya menjadikan penghormatan nilai demokrasi dan penghormatan moto tersebut semakin terancam, termasuk dengan aksi xenophobia dan islamophobia. Hal ini ditambah dengan tantangan banyaknya jumlah pengungsi/migrasi yang masuk ke wilayah Eropa. Salah satu kunci yang diusulkan untuk atasi hal ini adalah penguatan demokrasi pada tingkatan lokal dan masyarakat akar rumput. 

Diskusi panel ini juga menegaskan bahwa pengembangan hubungan yang harmonis dari demokrasi, agama dan pluralisme adalah saling terkait dan merupakan proses yang harus terus menerus dilakukan seiring dengan pembangunan bangsa dan negara. Tantangan ini dihadapi baik oleh negara demokrasi maju ataupun negara demokrasi berkembang. Karenanya kerja sama internasional, sebagaimana yang di dorong dalam BDF ini sangat diperlukan untuk atasi tantangan demokrasi yang semakin kompleks.(p/ab)