DPR: 2017, Ekonomi Indonesia Cenderung Stabil

By Admin


nusakini.com - Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan memperkirakan ekonomi dalam negeri di tahun mendatang, cenderung stabil dalam batas yang telah diprediksi bersama setelah mempertimbangan berbagai aspek perekonomian, baik di tataran global maupun domestik. Hal ini berkaca pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri di akhir tahun ini sebesar 5,0 persen (year of year).

"Memang, kita tidak bisa berharap muluk-muluk. Sebagaimana yang selalu disuarakan oleh Pemerintahan Joko Widodo, kondisi ekonomi global masih sangat rapuh untuk kita jadikan acuan pertumbuhan yang tinggi," kata Taufik, dalam rilisnya, Jumat (23/12/2016).

Taufik mengakui, dirinya juga sepakat dengan Pemerintah yang senantiasa realistis dalam menghadapi situasi ekonomi saat ini. Karena itu pula, ia bisa memahami sepenuhnya mengapa pemerintah menetapkan asunsi target pertumbuhan ekonomi dalam negeri di tahun 2017 sebesar 5,1 persen.

"Meski demikian, menurut saya, target tersebut akan bisa terealisasi dengan berpegang pada efektivitas kebijakan pemerintah dalam memitigasi resiko ekonomi dari dalam negeri maupun luar negeri, serta perkembangan reformasi ekonomi dengan serangkaian jilid yang telah dijalankan selama ini," imbuh Taufik.

Menurut politisi F-PAN itu, mitigasi resiko ini perlu diperhatikan dengan seksama. Realitas perekonomian dalam negeri yang cenderung stagnan (stabil) tidak lepas dari perlambatan ekonomi global. Meski stabilitas tersebut bisa disebut sebagai keberhasilan dalam rangka mempertahankan pertumbuhan di kisaran 5,0 persen (y-o-y) yang lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya berkisar 4,7 persen.

"Suatu hal yang sulit kita pungkiri adalah pertumbuhan yang stabil tersebut tidak lepas dari sumbangan terbesar dari sektor konsumsi sebesar 53,8 persen dan investasi sebesar 31,6 persen. Keduanya menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan tahun ini. Namun di saat yang sama pengetatan dan penurunan pengeluaran anggaran pemerintah di tahun ini tentu saja akan berimbas pada target pertumbuhan 2017 yang akan datang," analisa Taufik.

Tak dipungkiri, masih kata Taufik, tahun ini, masyarakat Indonesia berulang kali dicemaskan oleh realitas pertumbuhan ekonomi China dan AS yang cenderung menurun. Dua negara yang saat ini menjadi kiblat ekonomi dunia di tengah progresivitas ekspor dan impor yang membuat ketergantungan negara-negara semisal Indonesia sulit untuk dihindari.

"Apalagi melihat kecenderungan ekonomi global, China dan AS pun sedang dilanda gerakan revisi kebijakan ekonomi yang setiap saat mempengaruhi ekonomi dalam negeri, khususnya nilai tukar rupiah," nilai Taufik.

Ia melanjutkan, perubahan kebijakan China yang bergeser dari investasi dan industri ke jasa diduga turut menyebabkan semakin turunnya harga komoditas dan energi dunia pada triwulan II 2016. Kebijkan Ekonomi China yang awalnya terfokus pada pengejaran target pertumbuhan dengan mendorong peningkatan investasi justru tidak berkesinambungan. Muncul kredit macet dan menyulitkan upaya mereka untuk tetap bertumbuh.

"Pada gilirannya, di akhir 2016, China nampaknya akan melonggarkan target pertumbuhannya dengan mengendalikan kredit. Tentu saja hal ini akan berimbas pada hubungan Indonesia-China yang selama ini didominasi oleh transaksi ekspor-impor dan investasi yang cukup besar China di Indonesia," analisa Taufik.

Di lain pihak, masih kata Taufik, kondisi ekonomi AS juga mengalami pelambatan yang signifikan. Pertumbuhan PDB negeri Paman Sam tersebut sebesar 1,3 Persen (y-o-y) atau 1,4 persen yanh notabene berada di bawah ekpektasi. Hal ini ditindaklanjuti dengan kebijakan menaikkan suku bunga yang sebelumnya tidak terjadi selama 1 tahun belakangan ini.

"Fenomena kesuksesan Donald Trump menduduki pucuk kekuasaan pemerintahan AS tentu jug mengalami efek yang tidak kecil. Dengan gaya dan postur republikannya, Trump sudah meggadang-gadang akan memangkas pajak bagi kalangan berpenghasilan tinggi demi menstimulasi pertumbuhan ekonomi di tingkat elit," ujar Taufik.

Namun tentu saja, hal ini akan berimbas pada penurunan pendapatan pemerintah AS. Sebab di satu sisi akan memberi insentif bagi swasta, di sisi lain akan akan memperparah ketimpangan pendapatan.

Taufik melihat, Trump juga dikenal proteksionis agresif terhadap perdagangan dengan Meksiko dan China. Sebuah kebijakan yang akan berimbas pada negara-negara yang selama ini menjalin hubungan dagang dengan China semisal Indonesia. Kebijakan proteksionis agresif ditambah lagi dengan kebijakan yang tertutup akan menyebabkan tingkat ketidakpastian bagi ekonomi dunia secara global.

Adanya kondisi ini, Indonesia tentu akan memperoleh imbas signifikan. Khususnya dari sektor fiskal. Selama ini, pendapatan dalam negeri sangat bergantung pada pemasukan pajak, sebesar 80 persen dari keseluruhan APBN. Sementara itu, selama ini pula target penerimaan pajak jauh dari realisasi target yang dicanangkan.

"Kita mengapresiasi sepenuhnya terobosan pemerintah melalui kebijakan program Tax Amnesty. Pemerintah begitu antusias dan menunjukkan kesungguhan yang luar biasa dalam mengawal program tersebut. Prediksi kita, program ini akan menghasilkan pemasukan dana repatriasi sebesar Rp180 triliun sebagaimana prediksi Bank Indonesia," harap Taufik.

Dari dana tersebut, 30 persen akan masuk ke dalam sektor riil yang akan menstabilkan daya beli dan konsumsi masyarakat secara umum. Hal ini pula diprediksi akan menyumbang 0,3 persen pertumbuhan pada 2017 mendatang.

"Kita berharap stimulus fiskal akan terus terjamin di tahu depan. Program Tax Amnesty adalah salah satu poin penting dalam mereformasi sumber pemasukan negara (pajak). Kita perlu memberi dukungan penuh. Tentu saja dana repatriasi yang selama ini diterima tersalurkan dengan baik di kantong-kantong sektor riil," dukung Taufik.

Politisi asal dapil Jateng itu juga berharap pada gerak laju investasi saat ini bisa berlangsung dengan baik. Kondisi dalam negeri harus tetap dijaga agar suasana yang kondusif dapat memberi kepercayaan yang tinggi bagi investasi di berbagai sektor.

"Dukungan dari seluruh komponen bangsa akan memastikan target pertumbuhan 2017 akan sesuai dengan rencana," tutup Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan itu. (p/mk)