Dorong Ekspor, Pemerintah Sederhanakan Aturan Ekspor Kendaraan CBU

By Admin


nusakini.com-Jakarta-Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yang bertujuan memberikan kemudahan ekspor. Kali ini melalui simplifikasi prosedur ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh/Completely Build Up(CBU) dengan menerbitkan Peraturan Dirjen BC nomor PER-01/BC/2019 tanggal 11 Februari 2019. 

  Dalam peraturan tersebut, pemerintah mendorong percepatan proses ekspor dengan memberikan kemudahan berupa: (i) pemasukan kendaraan CBU ke Kawasan Pabean tempat pemuatan sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), (ii) pemasukan tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE), dan pembetulan PEB paling lambat 3 hari sejak tanggal keberangkatan kapal. 

  Untuk mengatasi defisit Neraca Perdagangan dan melemahnya neraca Transaksi Berjalan (CAD), Pemerintah memang perlu segera membuat kebijakan yang mendorong peningkatan Ekspor, meningkatkan investasi dan mengendalikan impor. 

  “Simplifikasi prosedur ekspor kendaraan bermotor CBU ini merupakan salah satu kebijakan jangka pendek yang diambil pemerintah, diharapkan efeknya akan segera meningkatkan nilai ekspor kita”, ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution saat meninjau pelaksanaan kebijakan Simplifikasi di Pelabuhan Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) Tanjung Priok, Jakarta, kemarin.

  Sebelum aturan baru ini berlaku, setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor wajib mengajukan PEB, menyampaikan NPE, dan apabila terdapat kesalahan maka pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk Kawasan Pabean sehingga waktu yang diperlukan lebih lama. Ditambah masih diperlukan proses grouping atau pengelompokan ekspor yang sangat kompleks, seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, waktu produksi, dan lainnya. Bahkan, beberapa perusahaan manufaktur yang tidak memiliki yard/lapangan harus menyewa yard/lapangan di tempat lain untuk melakukan kegiatan di atas. 

  "Ini intinya adalah menghilangkan beberapa tahapan dalam mengekspor kendaraan CBU, dan pada akhirnya (eksportir) mendapatinsentif dalam bentuk penghematan biaya-biaya ekspor", tegas Menko Darmin. 

Dengan pengaturan yang baru, proses ekspor dipercepat dengancara mengintegrasikandata yang masuk pada inhouse system Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) dan sistem DJBC untuk kemudian dilakukan barcode scanning terhadap VIN setiap kendaraan bermotor yang akan naik ke atas kapal untuk diekspor. 

  Proses yang kian mudah ini akan dapat meningkatkan competitiveness advantage karena hal-hal sebagai berikut. 

  1. Akurasi data lebih terjamin karena proses bisnis dilakukan secara otomasi melalui integrasi data antara perusahaan, TPS, dan DJBC. 

2. Efisiensi penumpukan di Gudang Eksportir sehingga Inventory Level rendah.Pembuatan invoice dan pengajuan PEB dilakukan setelah semua kendaraan bermotor CBU berada di TPS dan siap dikirim, dan pengiriman ke TPS dapat dilakukan secara langsung setelah selesai produksi tanpa menunggu mendapatkan NPE. Dengan Inventory Level yang rendah maka gudang eksportir dapat dimanfaatkan untuk penumpukan CBU hasil peningkatan kapasitas produksi.

3. Dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang TPS selama 7 harikarena proses grouping dan final quality controlsebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS.

4. Menurunkan biaya truckingkarena jumlah truk berkurang dan logistics partner tidak perlu investasi truk dalam jumlah banyak.Di samping itu, pemakaian truk lebih efisien dan maksimal, karena digunakan setiap hari dan merata jumlah ritasenyasehingga mengurangi risiko pengiriman karena kemacetan menuju dan dari pelabuhanserta mengurangi kerusakan kendaraan yang diekspor akibat double handling car carrier.

  Data Ditjen Bea Cukai menunjukkan bahwa sejumlah studi telah dilakukan untuk memproyeksikan efek positif yang ditimbulkan dari pemanfaatan aturan ini. Studi yang dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor, menunjukkan dengan simplifikasi prosedur ini menurunkan average stock level sebesar 36% dari 1.900 unit/bulan menjadi 1.200 unit/bulan. Kebutuhan truk untuk transportasi juga turun sebesar 19% per tahun sekitar Rp 685 juta dari 26 unit menjadi 21 unit, dan biaya logistik yang terdiri dari man hour, trucking cost, direct dan indirect materials turun hingga 10%. 

  Studi juga dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP), diasumsikan dapat menurunkan biaya logistik terkait storage dan handling menjadi sebesar Rp 600 ribu/unit dan biaya trucking menjadi sebesar Rp 150 ribu/unit. Total cost efficiency yang diperoleh 5 eksportir terbesar Kendaraan CBU mencapai Rp 314,4 miliar/tahun. 

  Tren ekspor dan impor kendaraan bermotor Indonesia menunjukkan angka yang membaik dalam 5 tahun terakhir. Adanya tambahan competitiveness advantages ini akan kian berdampak positif pada kepercayaan produsen otomotif dalam menjadikan Indonesia sebagai negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara dan 12 besar dunia yang menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia. 

  Dalam 2 (dua) tahun terakhir, pemerintah memang sangat memperhatikan hal terkait kemudahan berusaha. Hal ini tercermin dari sejumlah kebijakan yang diambil seperti peluncuran sistem OSS yang disusul dengan kebijakan fasilitasi perpajakan, termasuk bagi UKM. Selain itu juga pemberlakukan tax holiday bagi 169 bidang kegiatan usaha. Kesemuanya itu diharapkan bakal mengurangi impor di masa yg akan datang. 

  "Tidak hanya itu, sejumlah komoditi juga mengalami penurunan impor, juga implementasi program B20 mandatori, dan seterusnya", pungkas Menko Darmin. 

  Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tujuan nyata yang ingin dicapai dari kebijakan ini antara lain menjadikan Indonesia sebagai eksportir mobil terbesar di Asia, "sesuai pesan Bapak Presiden, kita harus mendorong daya saing kita, mendorong Indonesia jadi nomor satu di Asia. Salah satunya melalui peningkatan efisiensi dalam kegiatan ekspor" ujar Menkeu. 

  Turut hadir dalam acara ini antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, dan Direksi PT Pelindo II. (p/ab)