DKPP: Transparansi dan Profesionalitas Jadi Harga Mati Bagi Penyelenggara Pemilu

By Admin


nusakini.com - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Valina Singka Subekti mengingatkan bahwa penyelenggara Pemilu adalah objek dari kode etik sehingga setiap saat terbuka kesempatan untuk dilaporkan apabila pihak-pihak-pihak yang seharusnya dilayani dalam kepemiluan, baik itu masyarakat atau pasangan calon, merasa dirugikan. Hal ini disampaikan saat menjadi salah satu narasumber dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Terpadu Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Hasil Pilkada Tahun 2017 di Hotel Harris Pontianak, Selasa (20/12).

Ditambahkannya kemungkinan itu dapat terjadi sebab Pemilu atau Pilkada merupakan sebuah kompetisi sehingga segala daya dan upaya akan dilakukan untuk kemenangan. Bagi yang menang mereka akan bersukacita sedangkan bagi yang kalah akan mencari-cari kesalahan dari penyelenggara Pemilu.

“Mereka yang kalah dalam kompetisi Pemilu atau Pilkada biasanya akan mengajukan ke MK, PTUN atau DKPP jika memang ditemukan celah kesalahan penyelenggara Pemilu yang dianggap merugikan mereka sebagai paslon,” terang Valina.

Lebih lanjut Valina menjelaskan secara garis besar ada beberapa hal yang dapat membuat penyelenggara Pemilu diadukan secara etik. Pertama Daftar Pemilih Tetap (DPT), pemutakhiran DPT sendiri dalam pelaksanaannya di lapangan merupakan tanggungjawab PPS yang dilaksanakan oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Tugas yang diemban oleh PPDP sangat sentral sebab mereka yang mampu untuk bergerak secara massif untuk melakukan pembaruan data pemilih karena KPU tidak bisa bergantung pada Dukcapil untuk memperbarui data pemilih. Berikutnya masalah administrasi kepemiluan yang terkait dengan kode etik ialah pada saat pendaftaran dan penetapan paslon, menurut Valina berdasarkan data DKPP pada periode pelaporan pelanggaran kode etiknya cukup tinggi sehingga penting bagi penyelenggara Pemilu untuk berhati-hati

Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia ini juga mengingatkan bahwa KPU dan Bawaslu adalah lembaga publik yang dibiayai oleh uang rakyat melalui pajak. Sehingga sudah seharusnya mental-mental pejabat yang maunya dilayani itu dihilangkan berganti dengan semangat melayani masyarakat (serve the people). Di samping itu karena dibiayai oleh uang rakyat, semangat tranparansi juga harus diutamakan.

“Bagi Penyelenggara Pemilu transparansi dan profesionalitas menjadi harga mati. Juga jangan sampai lupa prinsip Penyelenggara Pemilu integritas, kemandirian, dan kredibilitas,” tukasnya.

Bimtek terpadu ini diadakan selama tiga hari dari Senin-Rabu (19-21/12) di Hotel Harris Pontianak, Kalimantan Barat. Bimtek dimaksudkan untuk persiapan Pilkada 2017 dengan peserta bimtek yang hadir adalah para jajaran KPU dan Bawaslu baik provinsi dan kabupaten/kota dari 96 daerah yang akan melaksanakan Pilkada pada 2017. Sebagian besar berasal dari Indonesia Barat dan Indonesia Tengah. Jumlah peserta sesuai undangan KPU sekitar 396 orang penyelenggara Pemilu. (p/mk)