Diplomasi Sawit yang Inklusif Kawal Kepentingan Sawit Indonesia

By Admin


nusakini.com-Medan-Sebagai bentuk upaya penguatan diplomasi sawit nasional, Kementerian Luar Negeri melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam penyusunan strategi diplomasi sawit. Berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Kementerian Luar Negeri, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual (Dit. PKKI), menyelenggarakan pertemuan dan dialog jaring masukan bertajuk “Diplomasi Sawit: Tantangan dan Strategi" di Medan akhir pekan lalu.

“Keberhasilan diplomasi sawit bertumpu kepada keterlibatan seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat nasional maupun daerah sehingga menghasilkan suatu diplomasi yang inklusif. Itulah yang mendasari kegiatan jaring masukan ini," ujar Tri Purnajaya, Direktur Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual, Kementerian Luar Negeri dalam membuka seminar dan jaringan masukan ini. 

Dalam paparannya, Direktur Tri Purnajaya menyampaikan bahwa setidaknya terdapat tiga hal yang mendasari perlunya penguatan diplomasi sawit nasional. Pertama, minyak sawit merupakan komoditas ekspor terbesar Indonesia saat ini. Di tahun 2017 sendiri, total nilai ekspor minyak sawit dan produk turunannya mencapai Rp. 309,15 trilyun, jauh di atas komoditas ekspor nasional lainnya.  

Kedua, sebagai sumber energi baru dan terbarukan, industri kelapa sawit dapat dikategorikan sebagai industri strategis. Program Pemerintah terkait penerapan Biodiesel 20% akan sangat membantu terciptanya ketahanan energi secara nasional. Ketiga, jumlah pekerja yang diserap oleh industri kelapa sawit pun terus tumbuh.

Sejauh ini, 17,5 juta pekerja termasuk para petani diserap oleh industri kelapa sawit nasional dan diperkirakan jumlah pekerja akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan industri kelapa sawit Indonesia. Ketiga hal ini memperlihatkan pentingnya peranan kelapa sawit dalam pencapaian SDGs, pemenuhan pangan dunia, serta mendukung peningkatan kesejahteraan petani kecil kelapa sawit. 

Namun demikian, industri yang memberikan sumbangsih besar bagi perekonomian nasional ini tengah mendapat tekanan global. Serangan terhadap kelapa sawit Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu kampanye negatif, perlakuan diskriminatif terhadap minyak sawit, dan hambatan perdagangan baik dalam bentuk tarif dan non-tarif. 

Perkembangan yang terbaru adalah rencana penerapan Renewable Energy Directive II (RED II) oleh Uni Eropa yang pada intinya akan membatasi penggunaan biodiesel berbasis minyak nabati yang dinilai memiliki resiko perusakan lingkungan. Ditengarai bahwa RED II hanyalah dalih untuk membatasi masuknya produk-produk minyak sawit ke Eropa guna melindungi minyak nabati terutama minyak rapa (rapeseed) yang banyak dihasilkan oleh negara-negara anggota Uni Eropa. (p/ab)