Di Tengah Polarisasi Politik yang Tajam, Buya Syafii Mengaku Rindu Gus Dur

By Admin


nusakini.com - Jakarta - Mantan Ketum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif yang akrab disapa Buya menilai saat ini bangsa Indonesia tengah terjadi sebuah polarisasi politik yang demikian tajam. Menurutnya, ini bermula dari ajang Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Dalam Pilkada tersebut permasalahan agama yang diangkat dalam masa kampanye yang membuat bias soal mana kawan dan mana lawan.

"Di DKI kemarin terjadi polarisasi yang tajam sampai ke akar rumput, sampai ke pelosok. Dan di suatu masjid tidak tahu lagi ini kawan atau lawan, karena (praktik politik) pakai agama," ujar Buya saat memberi kuliah umum di acara Diversity Award di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).

Buya menceritakan, pada saat itu Pilkada DKI memanas, dirinya berada dalam posisi yang mengikuti akal sehat, yang artinya tidak memihak. Namun dirinya justru mendapat hujatan dari masyarakat.

Dalam situasi ini, Buya mengaku merindukan sosok Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Sebagaimana diketahui, Gus Dur memang dikenal sebagai tokoh keberagaman Indonesia.

"Nah, saya mencoba berdiri menurut akal sehat saya juga dihujat. Mengapa? Ya karena Gus Dur nggak ada. Kita memang merindukan orang seperti itu," tutur Buya.

"Saya juga nggak tahu ini agak panjang umurnya," sambung Buya bercanda sembari tertawa.

Syafii mengatakan panasnya Pilkada DKI tak akan terulang pada Pilkada Serentak 2018. Namun, secara terang-terangan, Buya mengatakan politik uang masih menjadi persoalan serius dalam praktik politik di Indonesia.

"Yang sulit menghadapi politik uang. Itu yang menurut saya masih (membuat -red) prihatin," jelasnya.

Bahkan Buya menilai politik uang lebih ganas dibanding politik SARA. Dia menganggap isu SARA tidak akan mempengaruhi penilaian masyarakat dalam Pilkada Serentak 2018.

"Kalau SARA saya rasa sudah menurun walaupun masih mencoba juga," ujarnya.

Diversity Award merupakan ajang pemberian penghargaan terhadap jurnalis yang berkomitmen dalam membuat karya jurnalistik tentang isu keberagaman.

Penghargaan yang diberikan terdiri atas karya jurnalistik media online, televisi, radio, dan foto jurnalis. Media cetak tidak ada yang menjadi pemenang dalam award ini. Menurut tim seleksi, karya dari jurnalistik cetak tidak ada yang memenuhi persyaratan. (b/ma)