Demokrasi Perlu Dibangun Bersama Ekonomi Inklusif

By Abdi Satria


nusakini.com-Bali-Tahun ini, Bali Demokrasi Forum (BDF) ke-12 mengangkat tema besar ''Demokrasi dan Inklusivitas" dan untuk pertama kalinya menyelenggarakan sebuah dialog khusus di bidang Bisnis dan Ekonomi. Dialog bisnis ini mengusung tema “Ekonomi Inklusif" dan menghadirkan peserta dari sektor pemerintah, swasta, himpunan pengusaha, organisasi internasional dan akademisi. 

Dialog “Ekonomi Inklusif' ini juga menghadirkan 11 (sebelas) orang panelis yaitu: Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian RI; Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen, wakil KADIN, Traveloka, Bukalapak, CEO Genashtim Malaysia, Direktur Micro-Finance Center BRI, wakil Bank Indonesia; UNDP Resident Representative; Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Sedangkan yang bertindak sebagai moderator Panel dialog adalah Sekjen HIPMI. 

“Demokrasi tanpa pemenuhan kebutuhan ekonomi akan sulit berkembang" demikian kata Iskandar Simorangkir, Deputi Kemenko Perekonomian dalam pembahasan diskusi. 

Pada dasarnya semua pihak menegaskan pentingnya ekonomi inklusif sebagai usaha untuk pemenuhan kesejahteraan. Dialog dalam BDF yang mengangkat tema ekonomi inklusif dianggap tepat mengingat munculnya gejolak akibat ketimpangan ekonomi di sejumlah negara dan menurunnya pertumbuhan ekonomi global. 

Para pembicara menyampaikan berbagai tantangan dan hambatan dalam perwujudan ekonomi inklusif, antara lain jangkauan geografis, akses pendidikan yang terbatas, meningkatnya ketimpangan, serta pembangunan yang cenderung hanya terkonsentrasi di pusat-pusat ekonomi. 

Panel Ekonomi Inklusif ini juga menyimpulkan saran-saran untuk terwujudnya ekonomi yang inklusif. Beberapa saran tersebut yaitu perlunya pemerataan pembangunan infrastruktur di daerah non-pusat ekonomi, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan akses terhadap sistem pendidikan. 

Direktur UNDP Indonesia, Christophe Bahuet, mengatakan, “ekonomi kreatif memegang peranan yang penting dalam memperluas inklusivitas pembangunan." Ekonomi kreatif yang terus dipromosikan Indonesia telah disambut sangat positif dengan disahkannya suatu resolusi pada Sidang Majelis PBB di New York. 

Bagas Adhadirgha, Sekjen HIPMI selaku moderator, menyimpulkan antara lain perlunya membangun ekosistem ekonomi inklusif dengan berbagai pihak, baik kalangan pemerintah, swasta, akademisi maupun pemangku kepentingan lainnya. Hal tersebut agar kebijakan yang dikeluarkan dapat dipahami dan diimplementasi secara bersama. 

Dialog bisnis ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dalam mengimplementasikan demokrasi yang inklusif dan mewujudkan kerja sama konkret di bidang pengembangan kapasitas bagi negara-negara berkembang. 

Sebagai bagian dari upaya konkret untuk menghasilkan outcome yang mendorong penguatan ekonomi inklusif, Kementerian Luar Negeri RI telah menandatangani 3 (tiga) Nota Kesepahaman dengan sejumlah pemangku kepentingan. Nota Kesepahaman tersebut di antaranya mencakup kerja sama dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk pemberdayaan dan pengembangan kapasitas usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia dan kawasan Pasifik. 

Selain itu, Kementerian Luar Negeri RI juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan UGM dan UII yang bertujuan meningkat​kan kerja sama di bidang pendidikan, penelitian dan pemberdayaan masyarakat, antara lain melalui pemberian beasiswa. (p/ab)