Curhat Suporter Sejati Usai PSM Gagal Juara Liga 1

By Admin


Penulis : Sadat RG (Sekjen Red Gank)

nusakini.com-Makassar-Liga 1 Gojek 2018 telah usai, tetapi efeknya belum. Apalagi bagi kami, para pemain ke-12 dari sebuah klub yang nyaris menjadi juara; PSM Makassar. 

Tak akan kami lupakan segala yang terjadi musim ini. Air mata di Stadion Mattoanging, Minggu, 9 Desember 2018 malam sungguh telah menjadi luapan. Menggenangi jiwa terdalam kami. 

Bukan semata karena trofi itu tidak di Makassar. Bukan semata karena predikat juara jatuh ke klub lain. 

Ini soal kompetisi sehat. 

Keinginan para pencinta sepak bola dan seluruh elemen suporter Indonesia untuk melihat liga yang profesional dan bermartabat, kembali gagal tahun ini. Tercoreng oleh beberapa kejadian yang sangat aneh di mata kami. 

Isu pengaturan skor, settingan juara, sampai hukuman-hukuman yang dikeluarkan oleh Komisi Disiplin milik Badan Liga Indonesia.

Saya sebagai bagian dari pemain ke-12 PSM Makassar juga melihat dan merasakan hal itu. Dan itu sangat melukai kami. Gelar juara yang sudah 18 tahun dinanti, lagi-lagi harus lepas. 

Bukan karena ketidakmampuan pemain-pemain kebanggaan di lapangan, namun lantaran arah telunjuk orang-orang di ruang-ruang rahasia. Kami membayangkan mereka memakai jas dan dasi. Ponsel terus on dan terhubung ke banyak pihak di seantero negeri. 

Penalti dan pelanggaran, bahkan hasil pertandingan diputuskan dari dalam gedung. Saat di stadion, pemain dan suporter bermandikan peluh. Bahkan kadang-kadang darah. 

Mereka kejam. Mereka tak memahami bagaimana para suporter setahun penuh mengawal klub kesayangan masing-masing. Memaksakan diri membeli tiket pesawat, meninggalkan anak-istri, dan membolos dari ladang mata pencarian. 

Mereka jahat. Mereka tidak melihat segala pengorbanan kami itu sebagai sebuah hal yang tidak boleh dicederai. 

Tetapi tak aneh. Mereka ada di lounge-lounge mewah saat kami tidur di jalanan, demi menghemat biaya agar tetap bisa ikut away. 

Kami kecewa, kami sedih. Namun kami bangga karena kekecewaan dan kesedihan kami justru juga menjadi kekecewan dan kesedihan dari saudara-saudara dari seluruh pelosok Indonesia. 

Sampai detik ini, dunia maya maupun dunia nyata tetap berisi pengakuan-pengakuan tulus; bahwa kamilah (PSM Makassar) JUARA SEBENARNYA.

Hal itu sekaligus menyadarkan saya bahwa kampiun sejati tidak selalu mengangkat piala. 

Seperti PSM. Runner up di klasemen akhir namun malah mendapat pengakuan sebagai juara dari orang-orang yang menginginkan kompetisi sepak bola di negeri ini lebih baik.

Dan yang lebih membanggakan saya adalah ketika saudara-saudara suporter dan pencinta PSM di Stadion Mattoanging melihat di televisi bahwa gelar juara sudah pasti bukan milik kami, mereka tetap tertib. 

Kesedihan dan kekecewaan bukan alasan untuk mengamuk. Sebaliknya, menjadi alarm agar tetap mengendalikan diri. Sebab bila rusuh, PSM tercinta jualah yang akan dirugikan. 

Apresiasi yang sangat besar dan rasa hormat harus saya katakan. Bahwa KITA ADALAH PEMENANG DAN JUARA SEJATI.

TERIMA KASIH PSMKU, TERIMA KASIH SAUDARA-SAUDARA SUPORTER PSM, DAN SELURUH PENCINTA PSM DI MANAPUN BERADA.

YANG TERBAIK BELUM TENTU SANG JUARA, TETAPI MEREKA YANG MENDAPATKAN PENGAKUAN. 

Dan kepada siapa saja yang berpengaruh di sepak bola nasional, musim depan tolong hargailah kami. Bebaskan badan liga dari orang-orang PSSI dan pemilik klub. 

Biarkan kompetisi berjalan apa adanya. Agar bila kalah pun, kami tetap bisa bertepuk tangan untuk liga ini.