Cuci Darah “Ditolong” Sesama Peserta JKN-KIS

By Admin


Nusakini.com--Sukabumi--Sosok yang ramah, murah senyum dan humoris, adalah kesan pertama yang tim Jamkesnews dapatkan dari Deni Rustiana (38) saat ditemui di ruang hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Sukabumi. Deni adalah warga Desa Puncak Manggis Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi, salah satu peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari segmen Peserta Penerima Upah (PPU). Ia menjadi peserta JKN-KIS sejak tahun 2014 dan menjalani prosedur hemodialisa atau cuci darah sejak pertengahan tahun 2018 silam.

“Sebelumnya saya memang punya tekanan darah tinggi dan sering sesak nafas, cepat capek dan kaki saya bengkak-bengkak. Setelah beberapa kali menjalani pemeriksaan ternyata hasilnya saya harus cuci darah, tepatnya sejak lima bulan yang lalu,” tutur Deni. 

Dari awal pelayanan cuci darah, ia merasakan sikap para petugas rumah sakit sangatlah ramah dan telaten melayani, tidak ada kesulitan administrasi, ditambah suasana kekeluargaan yang kental sangat terasa antara petugas, pasien dan keluarga pasien. Hal tersebut menjadi pendorong semangat Deni juga pasien-pasien lainnya untuk selalu tabah dan semangat menjalani prosedur medis yang sangat menguras energi mereka. 

Satu hal lagi yang membuat Deni tenang adalah ia tidak perlu mengkhawatirkan biaya cuci darah yang dijalaninya secara rutin dua kali seminggu tersebut. 

“Ada JKN-KIS, tak ada biaya yang saya keluarkan. Kita tinggal tunjukkan kartu JKN-KIS-nya dan mengikuti prosedur yang ada. pelayanannya cepat, tidak ada yang dipersulit, alhamdulilah saya sangat terbantu,” ujar Deni. 

Merasakan sendiri manfaat dari Program JKN-KIS, Deni menyayangkan masih ada masyarakat yang ragu untuk mendaftar menjadi peserta dan menjadi penolong sesama. 

“Iuran yang dibayarkan secara rutin memang tidak dirasakan manfaatnya saat sehat, tapi sebenarnya iuran itu menolong peserta lain yang sakit dan membutuhkan biaya pengobatan. Dan ingat, sakit bisa datang kapan saja tanpa kita tahu, juga tidak melihat waktu ataupun usia. Jika sewaktu-waktu kita sakit maka biaya pengobatan kita akan dibantu oleh iuran peserta lain yang sehat, begitu seterusnya program JKN-KIS ini bergotong royong saling membantu sesama peserta. Satu lagi, dengan menjadi peserta JKN-KIS menepis kekhawatiran kita akan biaya pengobatan yang mahal. Kalau dihitung-hitung, iuran yang selama ini saya bayarkan sejak menjadi peserta JKN-KIS di tahun 2014, bisa jadi tidak mencukupi biaya cuci darah yang rutin saya lakukan kalau tidak dibantu dengan iuran peserta lain yang sehat,” kata Deni. 

Menutup perbicangan Deni menyampaikan harapannya untuk Program JKN-KIS. 

“Semoga JKN-KIS selalu mengutamakan pelayanan yang prima untuk pesertanya dan dapat terus memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tutup Deni.