Cegah Penyimpangan, Distribusi Pupuk Bersubsidi Gunakan Pola Tertutup

By Admin

Foto/Ilustrasi  

nusakini.com - PT Pupuk Indonesia (Persero) terus berupaya mengamankan distribusi pupuk bersubsidi agar terjamin sampai ke tangan petani. Salah satunya adalah dengan menerapkan system distribusi tertutup untuk mencegah penyimpangan pupuk bersubsidi ke sektor lain. “Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian, sistem distribusi pupuk bersubsidi itu menggunakan sistem tertutup, dengan pola Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)”, demikian menurut Wijaya Laksana, Kepala Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), di Jakarta, (27/7). Menurutnya, pola distribusi ini sangat membantu mengurangi penyelewengan, menjamin pupuk diterima hingga ke tangan petani sesuai prinsip 6 tepat, yaitu tepat waktu, tepat jumlah, tepat tempat, tepat jenis, tepat mutu dan tepat harga.

“Para produsen pupuk, yang terdiri dari anak-anak usaha Pupuk Indonesia, bertanggungjawab untuk menyalurkan pupuk bersubsidi ini hingga ke lini empat, atau sampai ke level kios-kios di seluruh Indonesia. Kami juga melakukan pengawasan bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk memastikan pupuk ini sampai ke tangan petani.”, demikian Wijaya. Wijaya menambahkan bahwa Pola RDKK ini dibuat untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dulu kerap terjadi dalam distribusi pupuk. Dengan Pola RDKK, maka hanya mereka yang terdaftar dan tercatat sebagai petani saja yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi, sesuai alokasi yang sudah ditentukan dan diverifikasi Dinas Pertanian setempat. “Jadi tidak dilepas ke pasaran, namun diawasi betul-betul distribusinya, dan hanya orang yang sudah tercatat saja yang berhak memperoleh pupuk subsidi.”, kata Wijaya.

Cara pola RDKK ini adalah, petani harus tergabung dalam kelompok tani, kemudian menyusun rencana kebutuhan mereka, yang kemudian diajukan kepada dinas setempat. Data kebutuhan ini yang lalu menjadi dasar penyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan produsen pupuk. “Alurnya jelas, dari Gudang lini 1 sampai lini 4, kami bertanggungjawab atas penyalurannya. Bahkan masyarakat juga bisa turut memonitor distribusinya lewat website kami”, kata Wijaya.

Wijaya juga menambahkan bahwa pupuk bersubsidi adalah salah satu upaya Pemerintah membantu meringankan beban biaya produksi petani. “Rata-rata harga pupuk bersubsidi itu bisa separuh dari harga pupuk yang sebenarnya. HET Urea saat ini adalah Rp1800/kg, sedangkan bila tidak disubsidi harganya rata-rata bisa mencapai Rp3600,- lebih. Sedangkan harga NPK bersubsidi hanya Rp2.300,-/kg, jauh dibawah harga NPK komersil yang mencapai Rp5.500an.”, kata Wijaya.

Hingga Bulan Juni 2017, penyaluran pupuk urea bersubsidi secara nasional sudah mencapai 1.907.315 ton, atau 99% dari rencana penyaluran hingga Juni 2017. Untuk NPK sudah 1.260.888 ton atau 102% dari rencana, dan pupuk SP36 mencapai 441.538 ton atau 92% dari rencana penyaluran hingga Juni.

Ke depan, Wijaya menegaskan bahwa Pupuk Indonesia akan terus memperbaiki sistem distribusinya. “Kami tidak menampik masih banyak kekurangan, tapi kami benahi terus agar petani tidak dirugikan”, demikian Wijaya. (p/mr)