Capai Lumbung Pangan Dunia 2045, Data Statistik Dikebut

By Admin


nusakini.com - Indonesia diproyeksikan menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Karena itu, berbagai kebijakan swasembada pangan terus dikejar. Begitu pula dari akurasi data statistik pangan nasional.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani menjelaskan sesuai dengan prediksi Indonesia akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar ke 6-7 di tahun 2030. Karena itu sebagai negara besar, maka data statistik adalah kunci. Sehingga data tersebut dapat disampaikan kepada pimpinan untuk mengambil keputusan yang tepat.

Tahun 2050 diprediksi jumlah penduduk dunia mencapai 9 miliar jiwa sehingga jumlah konsumsi begitu besar. Jika Indonesia tak ada penambahan produktivitas maka tak bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya.

"Di Indonesia potensinya sangat besar, tahun 2045 Indonesia menjadi lumbung pangan dunia. Ini menjadi akan bisa terlaksana dengan baik apabila kepentingan pemerintah dan dunia usaha jalan bersama," jelasnya dalam diskusi Round Table di Menara Kadin, Kamis (27/7).

Rosan menambahkan untuk mencapai target tersebut diperluka suatu persamaan dan kesamaan data yang sama. Sayangnya seringkali data setiap kementerian dan Badan Pusat Statistik masih berbeda. Sebab data sangat penting untuk bisa memberi arahan bagi dunia usaha baik lokal maupun luar negeri dalam mengejar cita-cita tersebut.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian Suwandi menjelaskan kebijakan pemerintah selalu satu data pangan dan satu pintu dengan BPS. Sedangkan untuk peta lahan dikoordinasikan dengan Badan Informasi Geospasial (BIG).

"Dalam rangka tingkatkan kualitas data, BPS telah susun roadmap perbaikan kualitas. Masing-masing kementerian supporting. Inputnya adalah BPS dan BIG semuanya juga sudah e-web transparan sesuai arahan KPK terkait data pangan strategis," katanya.

Dengan memanfaatkan teknologi satelit berbagai data bisa diperoleh. Dari mulai padi, jagung, kedelai, sapi induk wajib bunting, dan bawang.

"Berapa jumlah sawah sekarang lalu mana yang siap panen. Kemudian berapa tambahan cetak sawah dan lainnya dengan menggunakan satelit dari Lapan. Kemudian juga menghitung ubinan untuk menghitung produktivitas. Sehingga dapat mengejar jumlah produksi pangan," tegas Suwandi. (b/ma)