Bukber Dengan Pejabat, Menag Sampaikan Hikmah Ramadhan

By Admin

nusakini.com--Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menggelar buka bersama dengan seluruh pejabat esleon I dan II Kementerian Agama. Acara buka bersama (bukber) dilakukan di Kediaman Dinas Menag, Komplek Widya Chandra Jakarta, Kamis (23/6).  

Dalam sambutan hikmah ramadhannya, Menag mengisahkan kembali sebuah kisah mashur di kalangan umat Islam, tentang sebuah kisah, dimana Iblis yang lebih suka mengganggu orang bodoh yang beribadah, dari pada orang alim yang tidur. Berikut cerita dan hikmahnya yang disampaikan Menag jelang waktu Maghrib.  

Pada suatu hari, Baginda Rasul Muhammad SAW pergi ke sebuah masjid. Baginda Nabi melihat, ada dua orang di masjid. Satu sedang shalat, satunya lagi tidur. Baginda Rasul SAW juga melihat Iblis juga sedang di sekitar masjid tersebut dengan wajah yang galau. Hai Iblis, sedang apa kau, apa yang kamu lakukan di sini? Tanya Baginda Nabi SAW. Aku hendak masuk ke dalam masjid dan merusak shalatnya orang itu, tapi aku merasa takut terhadap orang yang sedang tidur di situ. Jawab Iblis sembari menunjuk ke arah orang yang sedang tidur. 

Dikatakan Menag, alasan Iblis kenapa lebih takut menggoda orang alim meski sedang tidur, dan lebih milih mengganggu orang bodoh, meski dia sedang beribadah. Menurutnya, orang berilmu lebih tinggi kedudukan dan derajatnya, dibanding orang bodoh. 

Dosen UIN Jakarta yang juga Ketua Lembaga Bahsul Masail PBNU, KH Abdul Moghsit Ghazaly didapuk sebagai pemberi tausiyah. Dosen Fakultas Ushuluddin tersebut mengupas pentingnya posisi iman dalam menjalankan ibadah. 

“Berpuasa, shalat dan ibadah lainnya, harus dilandasi dengan iman. Tanpa keimanan, maka ibadah yang kita lakukan menjadi sia-sia. Dan, untuk menopang keimanan tersebut, maka syari’at harus kita lakukan, kita tegakkan dan kita laksanakan. Sebagai bentuk implementasi dari keyakinan kita atas Islam, maka kita mendirikan Shalat, melakukan puasa, menunaikan haji, membayar zakat dan lain sebagainya,” terang Ghazaly. 

Ia juga menerangkan masalah furu’iyyah. Dalam pandangannya, masalah furu’iyyah tidak usah dikonsensuskan, karena malah akan menimbulkan perdebatan, pertentangan dan perpecahan tak berkesudahan.  

“Daripada saling berebut benar, mending kita saling menghormati. Mari kita tidak mencari masalah dengan mencaci ibadah saudara seiman dan seagama yang mempunyai teknis ibadah yang beda dengan kita. Kita harus menghormati saudara kita yang mempunyai tata cara shalat yang beda dengan kita. Toh rakaatnya sama, Fatihah-nya juga sama, salamnya juga,” urai Kiai Ghazaly.(p/ab)