Beri Kuliah Umum di UI, Menkeu Paparkan Terapan Kebijakan Fiskal Ala Indonesia

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum mengenai Teori Kebijakan Fiskal & Implementasinya di Indonesia. Ia menyampaikan hal tersebut pada Senin (22/04) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Depok. 

Menkeu mengatakan bahwa ekonomi tidak selalu dalam kondisi yang optimal sehingga dibutuhkan alat atau instrumen untuk mendekatkan ke kondisi yang ideal dan optimal. 

"Ekonomi tidak selalu optimal sehingga dibutuhkan instrumen untuk mendorong atau paling tidak mendekati ekonomi ke kondisi ideal-optimal," jelasnya. 

Alat atau instrumen tersebut di Indonesia dituangkan dalam APBN yang dikombinasikan dengan kebijakan fiskal. 

"Kebijakan fiskal biasanya dicampur adukkan dengan APBN sebagai alat mengelola ekonomi," tuturnya. 

Menkeu melanjutkan, peranan kebijakan fiskal ada tiga yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi. Di Indonesia, APBN disahkan dalam bentuk undang-undang. 

"Setiap tahun, APBN ditentukan sebagai Undang-Undang dan disahkan DPR. Jadi ada proses politik juga," jelasnya. 

Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menekankan sisi alokasi dan stabilisasi atau countercyclical. Alokasi artinya resources atau sumber daya dipakai untuk kegiatan ekonomi, contohnya tenaga kerja. 

Menkeu mengatakan salah satu unsur dalam APBN adalah penerimaan seperti pajak. Secara teori, pajak bisa mempengaruhi alokasi. Dengan income tax, supply of labour terpengaruh, mengurangi appetite untuk kerja, tetapi unemployment atau pengangguran membuat potential GDP menurun. Oleh karena itu, dalam mendesain APBN harus hati-hati. Pajak menentukan kebijakan makro. 

Lebih lanjut, Menkeu mengatakan bahwa penerimaan dalam struktur APBN bersifat estimasi atau perkiraan. Di banyak negara, penerimaan seringkali tidak memenuhi target sehingga negara mengalami defisit. Oleh karena itu, negara perlu melakukan pinjaman dimana utang adalah salah satu konsekuensi dari kebijakan fiskal. 

"APBN harus dilihat secara penuh. Di banyak negara, penerimaan selalu lebih kecil dari belanjanya. Dalam APBN, penerimaan itu estimasi atau perkiraan dengan memperhatikan kondisi eksternal sementara belanja itu fix. Sehingga APBN bisa mengalami defisit. Kalau defisit harus pinjam. Utang adalah konsekuensi dari kebijakan fiskal, " paparnya. 

Saat menjelaskan fungsi stabilisasi, ia mengatakan bahwa kebijakan fiskal didesain untuk mendinginkan ekonomi jika terjadi overheating seperti pemberlakuan kenaikan pajak. Namun jika ekonomi lesu, maka diberikan stimulus seperti insentif pajak. 

"Kalau ekonominya lagi boom, bisa overheating, maka didinginkan. Kalau ekonominya lesu, penerimaan negara turun maka diberikan stimulus," pungkasnya. (p/ab)