BBM dan Listrik yang Merata, Modal Pembangunan dan Kunci Peradaban

By Admin

nusakini.com--Energi berkeadilan, bukan hanya slogan. Usaha mewujudkan energi berkeadilan terus dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) demi keterjangkauan sumber energi di masyarakat, baik terjangkau dari segi akses maupun dari tarif. 

"Kebijakan energi nasional mulai ditekankan penggunaannya berdasarkan sila ke-5 Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Makanya pengembangan dan pembangunan di daerah yang jauh, yang ekonominya belum baik, menjadi prioritas," tegas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada Kuliah Umum "Energi Berkeadilan untuk Kesejahteraan Rakyat, Pertumbuhan Ekonomi, dan Investasi Berkelanjutan" di Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (12/4). 

Menurut Jonan, saat ini kebijakan energi nasional Indonesia telah memposisikan sumber daya alam sebagai modal pembangunan. "Kebijakan energi nasional, semua sumber daya alam itu kalau dulu itu dianggap komoditi, dianggap penghasilan negara. Tetapi sekarang tidak. Sekarang adalah modal pembangunan. Beda," ujarnya. 

Salah satu modal pembangunan adalah tersedianya bahan bakar minyak (BBM) dengan harga terjangkau untuk masyarakat di penjuru negeri dengan Program BBM 1 Harga di wilayah Terdepan, Terpencil, dan Terisolir (3T). "BBM 1 harga ini juga modal pembangunan, energinya harus berkeadilan. BBM 1 Harga ini tahun lalu selesai 57 titik. 57 titik itu di 57 kecamatan yang dulunya tidak ada penyaluran BBM yang resmi. Tahun ini 73 (titik), terakhir tahun 2019 30 titik. Jadi seluruh Indonesia ada penyaluran resmi, harganya standar seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke," ujar Jonan. 

Selain BBM, satu hal lain yang penting bagi modal pembangunan adalah listrik, sebagai kunci peradaban. Target Kementerian ESDM, sebut Jonan, adalah melistriki 99% wilayah Indonesia di tahun 2019, melampaui target nasional yang ditetapkan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) sebesar 96,5%. 

"Rasio elektrifikasi kita sekarang mungkin hampir 96%. Target nasional sebenarnya akhir 2019 itu 96,5%. Jadi 96,5% itu akhir tahun 2019 seluruh rakyat Indonesia ada pelayanan kelistrikan. Saya tidak mau, saya maunya 99,9% akhir tahun depan. Orang kalau tidak punya listrik itu peradabannya tidak bisa maju. Ini penting ini. Rasio elektrifikasi yang paling rendah adalah Papua dan NTT (Nusa Tenggara Timur), sekitar 60%, ini harus kita kejar. Keadilan sosial itu bagi seluruh rakyat Indonesia," tuturnya. 

Untuk mendorong peningkatan rasio elektrifikasi tersebut, Pemerintah tengah menggenjot program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) yang dibagikan untuk warga desa yang masih gelap gulita dan tidak pernah merasakan kehadiran listrik di wilayahnya. 

"Pemerintah juga menggunakan APBN pasang lampu independent home solar system. Lampu tenaga surya, sudah tidak usah bayar listrik. bisa dipasang di atas pohon, genteng. Ini dapatnya empat lampu dengan lumen setara dengan lampu pijar 25 watt, dan bisa untuk colokan ponsel, tetapi tidak bisa untuk televisi," ujar Jonan.(p/ab)