Akademi Komunitas Tekstil Solo Topang Kebutuhan 135 Ribu Naker

By Admin

nusakini.com--Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan penting terkait upaya peningkatan daya saing industri nasional, terutama dalam hal tenaga kerja yang kompeten. Dalam hal ini, Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Solo (AK Tekstil Solo) akan berperan memasok para lulusannya kepada sektor padat karya tersebut. 

“AK Tekstil Solo ini merupakan salah satu unit pendidikan di bawah Kemenperin yang dijadikan pilotproject untuk pengembangan pendidikan vokasi dengan mengadopsi konsep dual system dari Jerman,”kata Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Industri, Mujiyono mewakili Menteri Perindustrian padaKuliah Umum di AK Tekstil Solo, Jawa Tengah, Jumat (25/8). 

Mujiyono menjelaskan, konsep pendidikan sistem ganda ini berorientasi pada penguasaan kemampuan kerja dengan mengintegrasikan pelajaran di kampus dan praktik di perusahaaan sehingga para lulusan yang dihasilkan sesuai kebutuhan dunia industri. “Dalam satu semester, sekitar dua bulan pembelajaran teori dan praktik di kampus, kemudian tiga bulan praktik kerja atau magang di perusahaan,” tuturnya. 

Fasilitas pendukung proses pembelajaran di AK Tekstil Solo telah dilengkapi dengan ruang workshop dan laboratorium serta mesin dan peralatan yang modern sehingga menyesuaikan penggunaan teknologi produksi di industri tekstil saat ini. Untuk itu, sebagai pelopor pendidikan vokasi dengan konsep dual system, AK Tekstil Solo menjadi rujukan dalam pembangunan kolaborasi yang baik antara lembaga pendidikan dengan industri. 

“AK Tekstil Solo menerapkan sistem pendidikan yang berkualitas dengan beasiswa ikatan kerja bagipara mahasiswanya,” papar Mujiyono. Kegiatan belajar di kampus telah dimulai pada Oktober 2015dengan jumlah mahasiswa sebanyak 123 orang. Dari total tersebut, 60 persen mahasiswa berasal darimasyarakat umum dan sisanya merupakan pegawai pabrik yang sedang dalam peningkatan kompetensi. 

Selain dari AK Tekstil Solo, Kemenperin juga memasok tenaga kerja terampil untuk sektor padat karya ini dari Politeknik STTT Bandung yang setiap tahun menghasilkan lulusan sebanyak 300 orang per tahun. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional ke depan, penyerapan tenaga kerjanya akan mencapai 135 ribu orang per tahun atau 22,5 persen dari total kebutuhan tenaga kerja sektor industri di Indonesia. 

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, industri TPT merupakan sektor yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Selain itu bisa menjadi jaring pengaman sosial karena menyerap tenaga kerja langsung yang cukup banyak sebesar 2,69 juta orang atau 17,3 persen dari total pekerja industri manufaktur di Tanah Air. 

Capaian tersebut terbukti dari penerimaan devisa negara dari ekspor TPT sebesar USD 11,78 miliar atau 8,2 persen dari total ekspor nasional, sehingga surplus USD 4,31 miliar pada ahun 2016. Selanjutnya, berkontribusi sekitar 1,16 persen terhadap PDB nasional dan mencatatkan nilai investasi mencapai Rp7,54 triliun pada tahun 2016. 

“Industri TPT memiliki peranan yang cukup strategis dalam proses industrialisasi, karenamenghasilkan produk mulai dari bahan baku, serat sampai dengan barang konsumsi, pakaianjadi dan barang jadi,yang mempunyai keterkaitan baik antar industri maupun sektor ekonomi lainnya,” paparAirlangga. 

Kemenperin mencatat, lebih dari 67 persen perusahaan TPT merupakan industri hlir yang menghasilkanproduk garmen (pakaian jadi dan barang jadi tekstil lainnya), sedangkan sisanya 32 persen merupakanindustri antara untuk pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), perajutan (knitting), serta printingdan finishing kain. 

Guna memacu industri TPT nasional berdaya saing global, Kemenperin telah mengambil beberapa langkah kebijakan strategis, antara lain melalui penguatan pendidikan vokasi untuk penyediaan SDM industri TPT, menyiapkan regulasi khusus untuk industri padat karya berorientasi ekspor yang akan mengatur tentang pemberian insentif fiskal berupa investment allowance, dan pengembangan kerja sama dengan pasar non tradisional. 

“Di samping itu, kami juga melakukan promosi produk dan bussines matching di luar negeri, pemanfaatan lembaga pembiayaan ekspor yang lebih pro kepada industri TPT, serta mengupayakan penurunan harga gas untuk industri hulu tekstil sebesar USD 6 per MMBTU di plant gate dan pengenaan tarif listrik flat atau normal,” ungkap Airlangga.(p/ab)