Agony Cinta untuk Perawat Orang-orang Hilang Ingatan

By Admin

nusakini.com-Makkah-Jika bukan elegi cinta yang bisa saya ungkapkan untuk para perawat orang-orang stres dan hilang ingatan di Makkah, apa lagi? Pantat mereka kerap ditepuk, payudara mereka dipencet, tangan digigit, dada ditendang, bahkan kata-kata cabul kerap diungkapkan pasien laki pada mereka. 

Sederet agony yang segera saya tumpahkan berikut ini rasanya tak cukup mewakili penderitaan, kesabaran, juga pengorbanan mereka. Semua kisah dalam tulisan ini adalah nyata, tapi nama-nama pasien dan tempat asal mereka sengaja saya samarkan demi etika bermedia sosial.  

Kita mulai dari kisah ini... 

Malam telah larut ketika seorang pasien tua, dengan wajah memelas dan mata sayu, memanggil-manggil perawat yang bertugas di ruang isolasi Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), Makkah. Semua sudah tidur. Erna Assegahar, yang malam itu melakukan piket, segera membuka pintu jeruji besi yang memisahkan mereka. 

Perawat asal Sulawesi Selatan ini menurut saja permohonan membuka pintu itu toh, dalam pikirannya, kedua tangan perempuan tua itu diikat di ranjang. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada pasien yang dirawatnya. Usai membuka pintu Erna berjalan dengan keyakinan penuh ke tempat pembaringan perempuan tua asal sebuah provinsi di Sumatera itu.  

Tak dinyana, begitu Erna mendekat, perempuan yang terlihat tua dan lemah itu tiba-tiba jadi galak dan bangkit dari tidurnya. Tangan kanannya yang tadi dia buat seolah-olah terikat segera berkelabat dan menangkap payudara kiri Erna. Dia lalu meremasnya sekuat tenaga. Cengkeraman nenek tua ini sangat kuat, penuh dendam kesumat. ‘’Aaaaahhhh ....,’’ Erna meronta dan berteriak nyaring kesakitan, tapi tak ada perawat lain yang mendengar.  

Dia terus meronta dan meronta selama beberapa menit, tapi nyaris kehabisan tenaga karena sakit luar biasa. Nenek itu seolah tak ingin melepaskan buruannya. Akhirnya, dengan sisa tenaga yang ada, Erna menghantam pundak nenek tua itu dengan tangan kanannya dessssss... si nenek tua terpelanting ke tampat tidurnya, lalu cengkeramannya terlepas... 

Dengan kekuatan yang tersisa, Erna buru-buru lari terseok-seok keluar kamar isolasi, lalu cepat-cepat mengunci jeruji besi. Perawat lain berdatangan, tapi sudah sangat terlambat. Erna tersungkur ke lantai, tangan kirinya tak bisa digerakkan seperti orang lumpuh. Cengkeraman nenek tua hilang ingatan itu telah mengganggu urat-urat pangkal lengan yang berhubungan dengan urat-urat payudaranya. ‘’Saya sakit luar biasa, selama 10 hari saya tak bisa mengangkat tangan kiri saya,’’ kenang perempuan yang sudah 15 tahun tinggal di Arab Saudi ini. 

Kini Fatima, nenek tua yang pernah meremas dengan kuat payudara Erna, telah sembuh dari penyakitnya. Ia sudah sadar dan bertawakkal pada Allah SWT bahwa dia kini berada di Makkah Al-Mukarramah, belasan ribu kilometer dari kampung halamannya di Sumatera. Semula dia sangat yakin masih berada di Tanah Air, rindu derit pintu rumahnya, kangen sawah-sawah hijau di kampung halamannya. Di Makkah dia bingung, ada begitu banyak orang, ada kota dikepung gunung-gunung batu dan karang.  

‘’Setelah sembuh dia minta maaf pada saya. Dia lupa-lupa ingat sudah menjambak ini saya,’’ kata Erna sambil membusungkan dadanya. ‘’Sebelum dikembalikan ke hotel dia malah membelai-belai rambut saya.’’  

Apa yang diceritakan perempuan berusia 37 tahun dan belum menikah ini hanyalah satu dari sederet kisah pilu yang dia alami selama bekerja sebagai perawat orang-orang hilang ingatan di KHHI Makkah. Tiga kali pernah menjadi perawat di klinik kesehatan itu, Erna mengalami ratusan pengalaman menarik dan kadang mencekam. Pada musim haji 2018 ini saja, ada 132 pasien stres, disorientasi, atau mengamuk karena punya jimat di ruang isolasi yang pernah dia rawat. Sebagian besar kini sudah pulih kembali.   

Erna tertawa pahit ketika teringat Den Bagus, mantan lurah di sebuah kabupaten di Jawa Tengah, yang mengejar-ngejar payudaranya ketika dia hendak dimandikan untuk wukuf di Arafah. Video berisi lelaki tua inilah yang dikirimkan kepada saya menjelang wukuf lalu oleh Muhammad Zakka Herry, petugas pembimbing ibadah Sektor Enam Mahbas Jin, Makkah. Zakka menyaksikan sendiri bagaimana lelaki tua berusia 70 tahun ini lupa segala hal tapi tak lupa ‘’satu hal’’ itu. ‘’Kata bapak tua itu, dia ingin mencari yang empuk-empuk,’’ kenang Erna.   

Lain kelakuan Den Bagus, lain lagi dengan Abas Mahmud. Lelaki asal ujung Sumatera dan beristri dua ini, kata Erna, ngotot ingin melamar Erna jadi istri ketiga. Dia hanya mau makan jika dia diizinkan memegang paha dan pantat perempuan yang tidak tamat SMU itu. Ini memang ancaman model baru untuk seorang pasien hilang ingatan. Abas malah selalu menolak minum susu yang disediakan klinik, kecuali jika lelaki berusia 69 tahun ini diizinkan minum ‘’susu’’ yang satu itu.  

‘’Anda izinkan Mbak?’’ tanya saya tak sabar saat mendengar cerita ini.  

‘’Kalau minum susu itu ya tidaklah,’’ kata Erna tertawa renyah. ‘’Tapi kalau dia mau pegang paha atau pantat saya, ya biarin aja deh daripada dia tidak makan.’’  

Erna tertawa santai menjawab pertanyaan saya, tapi saya tersedak. Buat para penggiat hak asasi manusia (HAM) dan aktivis perempuan, ini bisa jadi persoalan besar. Jangankan pegang pantat perempuan sembarangan, bahkan kata-kata yang menjurus pada ‘’sexual harrashment’’ saja bisa jadi persoalan hukum. Tapi, bisakah hukum yang biasanya digadang-gadang para aktivis HAM itu menjadi tajam berhadapan dengan orang gila seperti Den Bagus atau Abas Mahmud—sesaat apa pun kegilaan mereka?  

Kawan, sesungguhnya ada yang lebih parah ketimbang kelakuan kedua kakek itu. Ini dilakukan Ali Najib. Tiap kali dimandikan oleh Laila, teman Erna sesama perawat, Ali Najib selalu memaksa perempuan asal Banjarmasin yang sudah tinggal 20 tahun di Arab Saudi ini untuk memegang ‘’peluru kendalinya’’. Lelaki berusia 71 tahun itu selalu berkilah bahwa hal itu biasa dilakukan istrinya jika sang istri memandikannya di Tanah Air.  

‘’Mbak Laila turuti kemauan kakek tua itu?’’ tanya saya penasaran.  

‘’Tidak. Jika dia sudah minta macam-macam dan mengancam tidak mau mandi, saya panggil perawat laki-laki yang badannya besar saja. Biasanya dia takut,’’ kenang Laila.  

Tidak semua pasien hilang ingatan itu tentu membuat kesal. Laila bercerita dengan geli bagaimana Nana dan Nini, pasangan suami istri asal Cimahi, Jawa Barat, berbagi kasih abadi justru di klinik isolasi ini. Nana adalah lelaki berusia 72 tahun, sedang Nini adalah perempuan beranjak dewasa berusia 69 tahun. Nini sangat pencemburu.

Di alam bawah sadarnya ia selalu ketakutan suaminya jatuh hati pada setiap perempuan. Karena itu nenek ini selalu menaruh curiga pada pasien baru, apalagi jika dia adalah perempuan agak muda. ‘’Pokoknya dia curiga terus deh. Sampai suaminya masuk WC, dia ikut,’’ jelas perempuan yang pernah bekerja di RS Rafa dan RS Al-Abir, Arab Saudi, itu.  

Mengapa banyak jemaah haji, terutama mereka yang sudah uzur, mengalami hilang ingatan?  

Menurut Ellya Fadillah, perawat di RSJ Grogol, Jakarta Barat, mereka hanya mengalami gangguan mental organik. Kata perawat yang baru sekali menjadi petugas haji ini, gejala ini kerap terjadi akibat pasien awalnya mengalami disorientasi lingkungan, misalnya lingkungan yang lebih modern dan membingungkan.   

Penjelasan lebih ilmiah disampaikan oleh dr. Erwinsah MH (kes), ketua Tim Gerak Cepat Sektor Enam Mahbas Jin. Kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Makassar) ini, apa yang dialami para pasien uzur di Makkah itu lebih tepatnya disebut demensia. ‘’Itu sebetulnya hanya sindrom yang mengakibatkan menurunnya kinerja otak pada orang lanjut usia. Daya ingat, daya berpikir, kecerdasan mental, semua menurun,’’ jelas Erick, panggilan akrabnya. 

Subhaanallah. Sampai di sini saya jadi teringat firman Allah SWT dalam Quran surat Yaa Sin (36) ayat 68. ‘’Barangsiapa Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadiannya. Apakah mereka tidak mengerti?’’   

Tapi, benarkah sebab dari semua kasus hilang ingatan yang membuat penderitanya kembali ke alam bawah sadar itu disebabkan faktor ilmiah demensia belaka. Erna dan Laila kontan menolak. Kata dia, ada satu pasien dari Jawa Tengah yang tak sembuh-sembuh kendati bebarapa dokter sudah menanganinya. Setelah semua cara sudah ditempuh, akhirnya kepada istrinya yang selalu setia menungguinya di klinik ditanyakan apakah suaminya punya ‘’sesuatu yang spesial’’. Si istri membenarkan. Dia lalu menelepon keluarganya di Jawa Tengah agar membakar ‘’sesuatu spesial’’ milik suaminya segera.  

Ajaib. Esok harinya sang suami sembuh total dan diizinkan pulang!  

Cerita tentang Erna dan Laila tak hanya menarik karena bisa dilihat dari berbagai perspektif, tapi juga bakal menjadi balada Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang akan disenandungkan terus-menerus di Tanah Air. Bayangkan, keduanya sama tak lulus SMA atau yang sederajat, tapi bisa bertahan hidup di atas 15 tahun di Arab Saudi. Keduanya pernah bekerja di rumah sakit Arab Saudi dan karena itulah mereka diterima menjadi petugas haji di KKHI. 

Kendati Erna patah hati akibat orangtuanya melarang dia menikah dengan kekasih hatinya, toh perempuan ini dengan setia mengirim sejumlah riyal ke Tanah Air. Pun halnya Laila. Di tengah penderitaan dan pengorbanan tiada tara, keduanya adalah pahlawan devisa yang loyal dan setia.  

Karena itu, jika bukan elegi cinta yang bisa saya ungkapkan untuk mereka, apa lagi? Sederet pernyataan simpati yang telah saya tumpahkan dan Anda baca ini rasanya tak cukup mewakili penderitaan, kesabaran, juga pengorbanan mereka.   

Untuk Erna, Laila dan beribu tenaga kerja perempuan lainnya yang berjuang bersama semangat dan air mata, dari Tanah Suci Makkah aku titipkan agony cinta... (Penulis: Helmi Hidayat, Konsultan Ibadah PPIH, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)