Acara Temu Muka dan Diskusi Indonesia di Swedia

By Admin

nusakini.com--​Sebagai respons atas dinamika yang berkembang di masyarakat dalam negeri terkait masalah politik dan kondisi keamanan Indonesia, pekan lalu, KBRI Stockholm, Swedish Indonesian Society, dan PPI Swedia menyelenggarakan acara temu muka dan diskusi mengenai Kebhinekaan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Hadir sebagai pembicara adalah Agus Mardaly, kandidat Doktor dari World Maritime University, Malmö dengan topik "Tantangan Kebhinekaan dalam Memelihara Keamanan dan Ketahanan Nasional dalam Upaya Menjaga Kelangsungan Pembangunan".​ 

Dalam kesempatan ini, Agus mengemukakan beberapa tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini dalam menjaga kebhinekaan dari segi idiologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Tidak adanya sinkronisasi antara pemerintah daerah dengan pemerintahan pusat merupakan salah satu hambatan dalam pembangunan Indonesia. 

Sesi pembicaraan kedua menghadirkan Sidiq Hari Madya, kandidat Master Sociology di Stockholm University dengan topik "Hoax dan Demokrasi di Indonesia: Menggali Potensi Netizen dalam Menjaga Kebhinekaan". Poin-poin yang mengemuka dalam diskusi antara lain fenomena berita hoax yang tersebar di media sosial dan bagaimana masyarakat Indonesia bisa memilah informasi dengan baik. 

Sidiq menyatakan bahwa fenomena peredaran sebetulnya sudah lama terjadi di Indonesia. Namun, akselerasi dan eskalasi penyebaran konten hoax cepat sampai ke tangan pembaca dikarenakan teknologi digital yang memudahkan akses terhadap informasi. 

Temu muka dan diskusi berjalan dengan lancar dan memancing diskusi yang hangat dari peserta. Terkait dengan pembicaraan mengenai suasana demokrasi di Indonesia saat ini, ibu Nada Danielsson, perwakilan dari Swedish Indonesian Society (SIS) menanggapi bahwa terjadinya masyarakat yang terbagi adalah dampak dari arus informasi yang berkembang sangat pesat namun tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat dalam memilah-milah informasi dan berpikir kritis. 

Menjawab pertanyaan dari Bintang Cendekia, mahasiswa asal KTH, Sidiq menyatakan bahwa bahwa masyarakat memiliki kecenderungan homofoli sehingga mereka lebih memperhatikan informasi-informasi yang beredar di media sosial yang memiliki kesamaan dengan preferensi politik pribadi. Namun dapat disimpulkan dari respons peserta yang hadir, diaspora Indonesia menyadari bahwa mereka bertanggung jawab untuk menyaring berita dengan baik sebelum menyebarnya ke media sosial. 

Para peserta mengharapkan bahwa kegiatan diskusi serupa bisa terus dilanjutkan secara berkala. "Dalam acara ini saya belajar banyak. Pembicara dan peserta yang datang background nya berbeda dengan aku. Topiknya kebetulan lagi in banget sekarang, sayangnya waktunya kurang (menurut saya). Sepertinya lebih seru kalau diajak berdiskusi lepas." ucap Dintan Y.N. Naimah, mahasiswi asal KTH. (p/ab)