28 Maret, Wapres akan Serahkan Hasil Evaluasi SPBE 616 Instansi

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) akan menyerahankan hasil evaluasi Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) pada 616 instansi pemerintah, yang terdiri dari instansi pusat, pemerintah daerah, dan Kepolisisan Republik Indonesia (Polri). Hasil evaluasi akan diserahkan oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang akan diselenggarakan pada 28 Maret 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta. 

Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini mengatakan evaluasi SPBE yang dilakukan merupakan pemetaan kematangan dan penguatan tata kelola pemerintah didalam instansi pemerintah. Evaluasi itu dilatar belakangi penilaian PBB yang menyebutkan indeks Electronic Government di Indonesia masih rendah. 

Namun hal tersebut menurutnya hanya cara penilaian yang berbeda, dan komponen yang menjadi penilaian. Oleh sebab itu penyerahan hasil evaluasi bertujuan agar instansi yang dievaluasi dapat mengetahui kondisi tata kelola pada instansi masing-masing. “Evaluasi yang kita lakukan tidak hanya memberikan nilainya saja, tapi memberi masukan serta saran perbaikan apa yang mesti dilakukan. Hal-hal itulah yang akan dijadikan proses pembimbingan, pembinaan, maupun dalam perumusan kebijakan oleh Tim Koordinasi SPBE Nasional, yakni Kementerian PANRB, Kementerian Kominfo, serta Bappenas,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/03). 

Rini menambahkan bahwa evaluasi bukanlah ajang pemberian nilai baik atau tidak baik terhadap teknologi aplikasi yang digunakan, namun sejauh mana proses bisnis yang dilakukan dalam SPBE. Selain itu, bagaimana sinergitas antara satu unit dengan unit lainnya, sehingga bukan aplikasi yang menjadi pokok penilaian. Tujuan lain dari evaluasi ini adalah untuk memberi kesadaran terhadap kementerian/lembaga serta pemerintah daerah untuk menghilangkan ego sektoral dan mau terintegrasi dengan aplikasi aplikasi bersifat generik. 

Menurut Rini, dalam kebijakan SPBE tersebut yang paling utama adalah komitmen pimpinan instansi pemerintah untuk mau melakukan transformasi tata kelola pemerintahan yang berbasis elektronik. “Tanpa ada komitmen kuat, serta tanpa ada keinginan, tanpa ada kesadaran dari para pemimpin, maka penerapan SPBE tidak akan berjalan,” tegasnya. 

Dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 95 Tahun 2018 tentang SPBE, terdapat empat quick wins sebagai upaya percepatan program yang harus dilakukan dalam kurun waktu dua tahun. Pertama berkaitan dengan perencanaan penganggaran dan kinerja. Diharapkan tata kelola mulai dari perencanaan, penganggaran, dan penilaian kinerja pemerintah menjadi satu, yang dimasukkan ke dalam satu sistem tersendiri. 

Quick wins kedua berkaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) atau sistem kepegawaian. Selama ini banyak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang membuat sistem sendiri. Ke depan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang akan membuat sistem kepegawaian dan akan terintegrasi oleh seluruh instansi pemerintah. 

Ketiga, berkaitan dengan kearsipan, karena memang saat ini tidak sedikit instansi atau bahkan masyarakat yang mengganggap kearsipan merupakan hal yang sudah lama dan hanya dibuang. Namun pada kenyataannya arsip dapat dijadikan bukti bahwa birokrasi bekerja, dan penyimpanannya secara elektronik yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan kertas. 

Quick wins terakhir adalah mengenai pengaduan masyarakat, yang sebelumnya Kementerian PANRB telah memiliki aplikasi LAPOR!, dan instansi lain pun memiliki aplikasi pengaduan masing-masing. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu aplikasi pengaduan yang digunakan oleh setiap instansi, sehingga masyarakat pun merasa dipermudah untuk melakukan pengaduan pelayanan yang dianggap masih kurang baik. 

“Dengan keempat quick wins tersebut membuktikan bahwa sebenarnya kita bisa melakukan integrasi terhadap aplikasi-aplikasi yang generik. Kita juga menginginkan kementerian/lembaga yang lain tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran untuk membuat aplikasi-aplikasi yang generik,” jelasnya. 

Sementara itu Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Pelaksanaan Sistem Administrasi Pemerintahan dan Penerapan SPBE Kementerian PANRB Imam Mahdi menjelaskan, evaluasi dimulai pada bulan Juli 2018 sudah melewati beberapa tahapan. Diawali dengan sosialisasi, kemudian melakukan evaluasi mandiri, dimana masing-masing instansi menjawab pertanyaan yang ada di kuesioner, setelah itu mengirim hasil evaluasi mandiri ke Kementerian PANRB. 

Tahapan ketiga, dilakukan evaluasi dokumen, kemudian wawancara, dan terakhir tahapan observasi lapangan. Observasi lapangan dilakukan untuk melakukan klarifikasi serta verifikasi lebih mendalam terhadap hasil temuan selama wawancara. Berdasarkan hasil wawancara, kita dapat melihat nilai keterbandingan antar instansi satu dengan instansi yang lain. “Kalau ada nilai terlalu tinggi perlu kita lihat lagi kedalamannya, meragukan atau tidak. Jika tidak meragukan, tidak perlu observasi lapangan, namun jika meragukan perlu dilakukan klarifikasi melalui observasi lapangan,” ujarnya. 

Dijelaskan, terdapat tiga komponen penialaian evaluasi atau yang disebut dengan dimensi. Pertama mengenai regulasi SPBE, kedua mengukur tata kelola SPBE, dan dimensi ketiga adalah pengukuran layanan. Sementara penialain tata kelola mengukur tiga aspek, yakni kelembagaan, aspek teknologi komunkasi dan informasi (TIK), dan ketiga aspek pengukuran proses bisnis. 

Penerapan SPBE harus melalui sebuah mekanisme serta proses pengambil keputusan yangi sudah tepat dari intasi, organisasi, maupun lingkungan. Dari aspek teknologi komunkasi dan informasi (TIK), yang diukur bukan kecanggihan TIK, melainkan bagaimana mengelola TIK yang optimal. Sedangkan aspek pengukuran proses bisnis, sejauh mana intergritasi dan kolaborasi antar unit, karena proses bisnis ini sangat menentukan keberhasilan penerapan SPBE. 

“Sedangkan untuk layanan, kita mengukur seberapa mudah, seberapa nyaman penggunaaan layanan yang diberikan instansi. Semakin mudah menggunakan layanan, artinya maturitasnya semakin tinggi,” ujarnya. 

Imam menjelaskan, kemajuan pengelolaan SPBE di kementerian lebih baik dibandingkan di tingkat daerah. Secara nasional, kementerian lebih baik, kemudian LPNK, pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan kabupaten. (p/ab)