2017, KKP Revitalisasi 36 Pelabuhan Perikanan

By Admin

Foto/KKP   

nusakini.com - Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan revitalisasi pelabuhan perikanan guna meningkatkan kualitas mutu produk kelautan dan perikanan. Pelaksanaan revitalisasi ini akan dilakukan di 36 pelabuhan seluruh Indonesia dengan anggaran senilai Rp 70,7 Miliar. Proses revitalisasi rencananya akan dimulai pada Mei 2017 dan ditargetkan selesai pada Agustus 2017.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja menilai pelabuhan perikanan memilikli peranan strategis dalam perikanan tangkap dan pusat pertumbuhan ekonomi perikanan. “Tantangan ke depan adalah bagaimana berkunjung ke pelabuhan perikanan agar tidak bau ikan, tapi pulang dengan membawa ikan yang banyak dengan kualitas yang bagus dan higienis”, jelas Sjarief dalam gelaran konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Dari ke 36 pelabuhan tersebut, 16 diantaranya merupakan pelabuhan perikanan yang dikelola pemerintah pusat, 20 lainnya dikelola pemerintah daerah. Revitalisasi yang dilakukan berupa perbaikan lantai, penambahan selasar, penambahan dinding, fasilitas penunjang dan ice flake machine. “Ini sepert terlihat sepele. Tapi sebenarnya penting bagaimana awal produk kelautan dan perikanan dimulai. Terutama kebersihannya”, ungkap Sjarief.

Revitalisasi pelabuhan perikanan, lanjut Sjarief, sekaligus mengajak nelayan dan para stakeholder perikanan untuk berpikir tentang pengelolaan produk perikanan, mulai dari proses penangkapan, penanganan di atas kapal, pembongkaran dan pemasaran ikan yang tidak menerapkan prinsip jaminan mutu. Pasalnya, berdasarkan data Badan Riset dan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BRSDM-KKP) tingkat kerugian (loss) tangkapan ikan mencapai 530 ribu ton atau sama dengan Rp 10 triliun pada tahun lalu yang dikarenakan rusaknya produk perikanan yang menyebabkan pada turunnya nilai jual ikan tersebut.

“Berdasarakan hasil riset BRSDM KKP, 8 persen dari total nasional ikan yang dibuang karena mutunya kurang, karena alat tangkap yang digunakan tidak ramah lingkungan sehingga ikannya rusak. Kalau ikan itu rusak maka dia akan turun harganya. Nah di sini, dengan adanya revitalisasi ini diharapkan dapat menghargai tangkapan ikan,” lanjutnya.

Sjarief pun menginginkan adanya pembinaan kepada nelayan dan pengguna pelabuhan lainnya untuk memperbaiki perilaku dan kebiasaan dalam menjaga produk kelautan dan perikanan yang berkualitas. Nantinya akan ada marinir yang turut serta dalam membin, yang didampingi SDM dari sektor kelautan dan perikanan.

“Pembinaaan nanti dengan mariner agar ada kedisiplinan. Kami ingin mengadopsi itu, membentuk perilaku yang baik, menghormati profesi nelayan dan ikan dengan cara yang baik,” ujar Sjarief.

Sebagai informasi, saat ini terdapat 816 pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia, yang terdiri dari 7 pelabuhan perikanan samudera, 17 pelabuhan perikanan nusantara, 32 pelabuhan perikanan pantai, 12 pangkalan pendaratan ikan, 2 pelabuhan perikanan swasta dan 746 pelabuhan yang belum terklasifikasi kelasnya. Dari ke 816 pelabuhan tersebut, 483 diantaranya layak guna, dan 333 tidak layak. “Oleh karena itu dilakukan klarisifikasi bersama seluruh Dinas Kelautan dan Perikanan pada awal Mei 2017. Hasilnya nanti sebagai dasar penetapan kelas pelabuhan”, papar Sjarief.

Dengan meningkatkan mutu dan higienitas, diharapkan produk kelautan dan perikanan Indonesia dapat menembus pasar Eropa. Selama tiga tahun ke depan, pemerintah akan merevitalisasi 156 pelabuhan, tahun ini 36, 60 pelabuhan pada 2018 dan 60 pelabuhan pada 2019.

Kualitas pelabuhan perikanan yang higienis sesuai dengan standar TPI higienis yang tertuang dalam regulasi FAO tahun 2009 tentang Code of Practice for Fish and Fisheries Product. Aturan tersebut telah diratifikasi dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.57 tahun 2015 tentang sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan Keputusan Menteri Kelautan No.52A tahun 2013. Selain itu, Uni Eropa juga telah menerapkan standar mutu produk perikanan yang harus dipenuhi oleh eksportirnya. Aturan ini tercatat dalam Regulation EC No.854/2004. (p/mk)